
Investor Berbeda Sikap, Pergerakan Yield SBN Hari Ini Beragam

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) cenderung beragam pada perdagangan Kamis (18/11/2021), di tengah sikap investor yang khawatir dengan inflasi global yang meninggi dan membuat investor mengurangi selera risikonya pada hari ini.
Sikap investor cenderung di pasar SBN cenderung berbeda pada hari ini, di mana pada SBN bertenor 1, 10, 20, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, di tandai dengan kenaikan imbal hasil (yield) dan pelemahan harga.
Sedangkan di SBN berjatuh tempo 3, 5, dan 15 tahun cenderung ramai dikoleksi oleh investor, di tandai dengan penurunan yield dan penguatan harga. Adapun di SBN berjangka waktu 25 tahun cenderung stagnan di level 7,133% pada perdagangan hari ini
Melansir data dari Refinitiv, SBN bertenor 1 tahun menjadi SBN yang paling besar penguatan yield-nya pada hari ini, yakni naik sebesar 2,5 basis poin (bp) ke 3,546%. Sementara itu, SBN yang mengalami pelemahan yield terbesar terjadi di SBN berjatuh tempo 5 tahun yang turun 0,8 bp ke level 4,83%.
Yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara menguat 0,9 bp ke level 6,19%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate di 3,5% sesuai dengan perkiraan konsensus pasar.
Dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang cenderung stabil meski The Fed sudah melakukan pengurangan pembelian obligasi atau tapering, maka tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga bisa dikatakan nihil.
Bagaimanapun juga suku bunga rendah masih diperlukan untuk membantu perekonomian Indonesia bangkit lagi setelah melambat di kuartal III-2021 lalu. James Sweeney, kepala ekonom di Credit Suisse mengatakan BI akan menaikkan suku bunga di tahun depan guna mencegah terjadinya capital outflow dan menjaga stabilitas rupiah.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield surat berharga pemerintah (Treasury) kembali melemah pada pagi hari ini waktu AS.
Melansir data CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun melemah 0,6 bp ke level 1,598% pada pukul 06:05 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Rabu (17/11/2021) kemarin di level 1,604%.
Treasury bertenor 10 tahun sempat naik pada awal pekan ini, menyusul penjualan ritel AS yang kuat dan peningkatan yang lebih tinggi dari perkiraan dalam indeks National Association of Home Builders Housing Market.
Data ekonomi yang kuat memicu kekhawatiran pasar terhadap sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang berpotensi akan cepat menormalkan kebijakan moneter, terutama di tengah kenaikan inflasi global.
Di lain sisi, data klaim pengangguran mingguan untuk pekan yang berakhir 13 November akan dirilis pada pukul 08:30 pagi waktu AS atau pukul 20:30 WIB. Ekonom dalam polling Dow Jones memperkirakan pengajuan awal untuk asuransi pengangguran pada pekan lalu turun menjadi 260.000, dari pekan sebelumnya sebesar 267.000.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi