Rupiah Masih Sulit Menguat Tajam, Ternyata Ini Penyebabnya!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 18/11/2021 12:23 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mampu mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Kamis (18/11). Pelaku pasar kini menanti pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) mulai pukul 14:00 WIB.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.230/US$ di pasar spot. Apresiasi rupiah bertambah menjadi 0,14% ke Rp 14.220/US$. Sayangnya hanya sampai di situ, rupiah kemudian memangkas penguatan dan berada di Rp 14.230/US$ pada pukul 12:00 WIB.

Tipisnya pergerakan rupiah menjadi indikasi pelaku pasar menanti pengumuman dari gubernur BI, Perry Warjiyo.


Polling dari Reuters menunjukkan BI diperkirakan akan menahan suku bunga hingga akhir tahun depan, dan tetap memperhatikan arah kebijakan moneter The Fed. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia juga memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap bertahan di 3,5%.

Sejak pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda, BI sudah memangkas suku bunga sebesar 150 basis poin menjadi 3,5% yang merupakan rekor terendah dalam sejarah.

Dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang cenderung stabil meski The Fed sudah melakukan tapering, maka tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga bisa dikatakan nihil.

Suku bunga rendah masih diperlukan untuk membantu perekonomian Indonesia bangkit lagi setelah melambat di kuartal III-2021 lalu.

Namun, di sisi lain, inflasi tinggi yang melanda Amerika Serikat membuat pasar melihat The Fed akan agresif menaikkan suku bunga di tahun depan, yakni sebanyak 3 kali.

Jika itu terjadi, maka rupiah berisiko tertekan sebab selisih imbal hasil (yield) akan semakin menyempit, dan memicu capital outflow di pasar obligasi. Sehingga pasar akan menanti petunjuk-petunjuk dari BI bagaimana merespon perubahan kebijakan The Fed.

Capital outflow di pasar obligasi Indonesia sepanjang bulan ini cukup besar akibat tapering dan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, terjadi capital outflow lebih dari Rp 23 triliun pada periode 1 - 15 November.

Hal tersebut menjadi salah satu alasan rupiah kesulitan menguat tajam.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS