Analisis

Neraca Dagang Bisa Surplus 18 Bulan, Rupiah ke Rp 14.100/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 November 2021 07:55
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan lalu rupiah mampu menguat 0,64% melawan dolar AS ke Rp 14.233/US$ berdasarkan data Refinitiv. Laju penguatan rupiah sempat tersendat pasca rilis data inflasi Amerika Serikat.

Departemen Tenaga Kerja AS pada Rabu (10/11/2021) melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) bulan Oktober melesat 6,2% year-on-year (YoY), menjadi kenaikan terbesar sejak Desember 1990. Sementara inflasi CPI inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 4,6%, lebih tinggi dari ekspektasi 4% dan tertinggi sejak Agustus 1991.

Tingginya inflasi di AS tersebut membuat yield obligasi AS (Treasury) tenor melesat 13 basis poin di hari Rabu. Kenaikan yield tersebut merupakan respon pelaku pasar yang mengantisipasi kemungkinan bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga lebih cepat guna meredam inflasi.

Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun depan.

Rupiah yang mampu menguat di hari Jumat (12/11/2021) menjadi sinyal sudah lepas dari tekanan pasca rilis data CPI AS, dan berpeluang melanjutkan penguatan di pekan ini.

Pada hari ini, data neraca dagang Indonesia akan menjadi perhatian. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Oktober 2021.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 46,06% dibandingkan Oktober 2020 (year-on-year/yoy). Melambat dibandingkan September yang tumbuh 47,64%.

Sedangkan impor diperkirakan tumbuh 58,35%. Jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya yang tumbuh 40,31%.

Meski impor tumbuh lebih cepat ketimbang ekspor, tetapi neraca perdagangan diperkirakan masih surplus US$ 3,89 miliar. Kalau terwujud, maka neraca perdagangan Indonesia akan mengalami surplus selama 18 bulan beruntun alias 1,5 tahun.

Surplus neraca perdagangan akan sangat membantu kinerja transaksi berjalan. Saat transaksi berjalan semakin sehat, maka nilai tukar rupiah akan lebih stabil.

Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk menentukan suku bunga acuan. Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 3,5%.

Dengan stabilnya rupiah, dan inflasi yang rendah BI memang tidak memiliki tekanan untuk menaikkan suku bunga. Dengan suku bunga dipertahankan di rekor terendah, diharapkan perekonomian tumbuh lebih tinggi di kuartal IV-2021 setelah melambat di kuartal sebelumnya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisa Teknikal

Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan dari pekan lalu. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR berpeluang menguat pekan ini dengan syarat mampu menembus 50 hari (moving average 50/MA 50) di kisaran Rp 14.220/US$ hingga Rp 14.200/US$.

Peluang penguatan rupiah masih ditopang pola Shooting Star yang dibentuk pada Jumat (5/11/2021). Pola ini merupakan sinyal reversal atau berbalik arahnya harga suatu aset. Dalam hal ini dolar AS melemah dan rupiah yang menguat.

Selain itu indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun tetapi belum mencapai wilayah jenuh jual (oversold).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Artinya, ketika USD/IDR mencapai oversold, maka kemungkinan akan berbalik naik, artinya rupiah berisiko terkoreksi. Dengan stochastic yang belum mencapi oversold, artinya rupiah masih berpeluang menguat.

Seperti disebutkan sebelumnya, rupiah harus menembus MA 50 secara konsisten untuk menguat, dengan target terdekat di Rp 14.170/US$. Jika level tersebut dilewati, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.100/US$ di pekan ini.

Sementara itu jika kembali melewati Rp 14.300/US$, rupiah berisiko melemah ke kisaran Rp 14.320/US$ hingga Rp 14.330/US$ yang berada di kisaran MA 100 dan 200. Penembusan ke atas level tersebut akan membuat rupiah melemah lebih jauh, setidaknya ke Rp 14.385/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular