Ikuti Pergerakan Yield AS, Harga SBN Berbalik Melemah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
11 November 2021 18:42
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (11/11/2021), mengikuti pergerakan harga obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (10/11/2021) waktu AS yang juga melemah setelah rilis data inflas periode Oktober 2021.

Mayoritas investor cenderung melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan menguatnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 3, 15, dan 20 tahun yang masih diburu oleh investor, ditandai dengan pelemahan yield-nya.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 3 tahun turun sebesar 2,2 basis poin (bp) ke level 3,98%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun melemah 0,3 bp ke level 6,232%, dan yield SBN dengan jangka waktu 20 tahun turun 1,1 bp ke level 6,878%. 

Sementara, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik menguat 1,3 bp ke level 6,17%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Pergerakan yield SBN pada hari ini cenderung mengikuti pergerakan yield surat berharga pemerintah AS (Treasury) pada perdagangan Rabu kemarin waktu AS, setelah rilis data inflas periode Oktober 2021.

Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun menguat signifikan sebesar 12,1 bp ke level 1,57% pada penutupan pasar pukul 17:05 waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Rabu lalu di level 1,449%.

Melonjaknya yield Treasury bertenor 10 tahun terjadi karena pelaku pasar merespons spontan dari melonjaknya inflasi Negeri Paman Sam pada Oktober lalu.

Sebelumnya, inflasi dari sektor konsumen (Indeks harga konsumen/IHK) AS dilaporkan melesat 6,2% secara tahunan (year-on-year/yoy), atau lebih panas dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 5,9%.

Angka itu juga menjadi yang tertinggi sejak tahun 1990. Secara bulanan (month-on-month/mom), IHK melompat 0,9% atau di atas estimasi yang sebesar 0,6%.

Sebelumnya pada Selasa (9/11/2021) lalu, inflasi dari sektor produsen (producer price index/PPI) AS dilaporkan naik 0,6% secara bulanan, atau sesuai ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones. Namun, indeks harga grosir per Oktober melesat 8,6% secara tahunan, menjadi rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir.

Kenaikan imbal hasil mengindikasikan koreksi harga karena aksi jual investor. Inflasi tinggi menggerogoti keuntungan dari kupon obligasi.

Ketika yield Treasury melonjak, investor cenderung melepas pasar berbasis risiko seperti saham, utamanya saham teknologi yang berkorelasi negatif dengan imbal hasil Treasury.

Di kala yield Treasury tak lagi menarik, maka investor cenderung mencari investasi alternatif lainnya yang dianggap sebagai aset lindung nilai (hedging) dari inflasi, seperti emas dan bitcoin.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular