
Kebijakan Moneter Sering "Ngagetin", Trader Forex Rugi Besar

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyaknya ketidakpastian yang terjadi belakangan ini membuat Oktober menjadi bulan yang paling buruk bagi perdagangan valuta asing (valas) atau foreign exchange (forex). Hal tersebut diungkapkan oleh Hedge Fund Research (HFR), institusi penyedia data industri hedge fund.
Indeks mata uang HFR di bulan Oktober jeblok hingga 4.37% dan berada du level terendah dalam empat setengah tahun terakhir. Penurunan bulanan tersebut juga menjadi yang terbesar sejak indeks mata uang HFR dibentuk pada tahun 2008, sebagaimana dilansir Reuters.
Indeks mata uang HFR menunjukkan kinerja para pengelola investasi mata uang secara bulanan.
![]() |
Selain itu, dari sekitar 40 indeks yang dimiliki HFR dengan bermacam-macam aset, hanya indeks mata uang yang mencatat pelemahan sepanjang tahun ini. Artinya, para trader forex merugi di tahun ini, dan bulan Oktober menjadi yang terburuk.
Kondisi perekonomian global yang tidak biasa pasca dihantam pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19). Beberapa negara mampu bangkit dengan cepat, negara lainnya masih berusaha pulih tetapi mengalami inflasi tinggi.
Perekonomian China berbeda lagi, sebelumnya melesat tinggi kini berbalik melambat, bahkan terancam mengalami stagflasi.
Kebijakan moneter yang diambil bank sentral juga kerap kali memberikan kejutan, bahkan kepercayaan pasar terhadap bank sentral juga disebut menurun.
"Kepercayaan pasar terhadap panduan kebijakan moneter bank sentral saat ini sedang menurun," kata tim strategi forex di JP Morgan, sebagaimana dilansir Reuters.
Tingginya inflasi membuat bank sentral Brasil dan Rusia agresif menaikkan suku bunga. Sementara bank sentral Turki justru menurunkan suku bunga saat inflasi sedang tinggi.
Pada pekan lalu pasar memprediksi bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) akan menaikkan suku bunga pada pekan lalu justru malah mempertahankan.
Begitu juga dengan bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) yang mengesampingkan kemungkinan kenaikan suku bunga di tahun 2023, padadal inflasi sudah mencapai target.
Bank sentral AS (The Fed) yang melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) pada pekan lalu juga memberikan kebingungan di pasar. The Fed menyatakan masih akan bersabar dalam menaikkan suku bunga, dan mengindikasikan baru akan menaikkan suku bunga di 2023.
Namun, tingginya inflasi membuat pelaku pasar melihat peluang The Fed akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 43,2% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% pada bulan Juli tahun depan.
Selain itu di akhir 2022, pasar melihat ada probabilitas sebesar 31,4% suku bunga berada di 0,75%-1%.
Artinya, pasca rilis data inflasi tersebut, pasar melihat The Fed berpeluang menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun depan.
Dengan berbagai kondisi tersebut, trader forex dilaporkan banyak merugi di tahun ini. Presiden HFR, Ken Heinz, mengatakan berbagai macam gaya trading, mulai dari carry trade, momentum, value, hingga volatility trade, semuanya mengalami kerugian di bulan Oktober.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cek! 'Jurus Maut' Biar Gak Ketipu Sunton Capital dkk di Forex