Terpuruk, Rupiah Sempat Lewati Rp 14.300/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 November 2021 12:46
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingginya inflasi di Amerika Serikat (AS) membuat rupiah belum mampu bangkit melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Kamis. Rupiah bahkan sempat melewati Rp 14.300/US$.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,25% ke Rp 14.285/US$. Depresiasi rupiah kemudian membengkak hingga hingga 0,39% ke Rp 14.305/US$.

Pelemahan kemudian dipangkas, rupiah berada di Rp 14.285/US$ pada pukul 12:00 WIB.

Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih sulit untuk bangkit melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang tidak jauh berbeda siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Terpuruknya rupiah hari ini dipicu melesatnya indeks dolar AS hingga 1% ke 94,868 kemarin dan berada di level tertinggi sejak Juli tahun lalu. Tingginya inflasi di AS menjadi penyebab penguatan tajam dolar AS.

Departemen Tenaga Kerja AS kemarin malam melaporkan CPI bulan Oktober melesat 6,2% year-on-year (YoY), menjadi kenaikan terbesar sejak Desember 1990. Sementara inflasi CPI inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 4,6%, lebih tinggi dari ekspektasi 4% dan tertinggi sejak Agustus 1991.

Tingginya inflasi di AS tersebut membuat yield obligasi AS (Treasury) tenor melesat 13 basis poin. Kenaikan yield tersebut merupakan respon pelaku pasar yang mengantisipasi kemungkinan bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga lebih cepat guna meredam inflasi.

Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 43,2% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% pada bulan Juli tahun depan.

Selain itu di akhir 2022, pasar melihat ada probabilitas sebesar 31,4% suku bunga berada di 0,75%-1%.

Artinya, pasca rilis data inflasi tersebut, pasar melihat The Fed berpeluang menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular