Sikap Investor Kembali Variatif, Yield SBN Ditutup Beragam
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam pada perdagangan Rabu (10/11/2021), di tengah sikap investor yang menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) periode Oktober 2021 pada malam hari ini waktu Indonesia.
Sikap investor di pasar obligasi pemerintah RI kembali beragam, di mana di SBN bertenor 1, 5, 15, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan pelemahan harga dan kenaikan imbal hasil (yield).
Sisanya yakni SBN berjatuh tempo 3, 10, 20, dan 25 tahun ramai dikoleksi oleh investor, ditandai dengan penguatan harga dan penurunan yield.
Dari SBN yang mengalami penguatan yield, SBN bertenor 1 tahun menjadi yang paling besar penguatannya pada hari ini, yakni menguat signifikan sebesar 44,9 basis poin (bp) ke level 3,386%. SBN yang mengalami pelemahan yield terbesar terjadi di SBN berjatuh tempo 3 tahun yang melemah 1,2 bp ke level 4,002% sementara yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali menurun 0,8 bp ke level 6,165%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Investor merespons beragam dari data inflasi China periode Oktober 2021 yang dirilis pada pagi hari ini.
Pemerintah China hari ini melaporkan inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) naik 1,5% secara tahunan (year-on-year/YoY) di bulan Oktober, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,7% YoY serta dibandingkan hasil polling Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi 1,4% YoY.
Sementara inflasi China dari sektor produsen (producer price index/PPI) meroket 13,5% YoY, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 10,7%. PPI di bulan Oktober tersebut menjadi yang tertinggi dalam lebih dari 26 tahun terakhir.
Ketika inflasi di produsen tinggi, maka ada risiko inflasi CPI juga akan melesat dalam beberapa bulan ke depan. Sebab, produsen kemungkinan besar akan menaikkan harga jual produknya.
Investor juga khawatir dengan risiko stagflasi di China yang semakin besar. Stagflasi adalah fenomena ekonomi di mana harga naik (inflasi tinggi), tetapi aktivitas bisnis mengalami stagnasi, yang menyebabkan tingginya pengangguran dan berkurangnya daya beli konsumen.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield surat berharga pemerintah (Treasury) terpantau menguat pada pagi hari ini waktu AS, jelang rilis data inflasi dari sektor konsumen (indeks harga konsumen/IHK) pada periode Oktober 2021
Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun menguat 3,4 bp ke level 1,483% pada pukul 06:06 waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Selasa (9/11/2021) kemarin di level 1,449%.
Investor akan memantau data IHK AS periode Oktober 2021 yang akan dirilis pada pukul 08:30 waktu setempat atau pukul 20:30 WIB.
Ekonom dalam polling Reuters memperkirakan IHK Negeri Paman Sam pada Oktober akan bertambah sebesar 0,6%, dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan, IHK AS diperkirakan bertambah sebesar 5,8%.
Sebelumnya kemarin, indeks harga grosir AS per Oktober melesat 8,6% secara tahunan, menjadi rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir, menurut data Departemen Tenaga Kerja AS. Kabar itu membalik rilis indeks harga produsen (producer price index/PPI) yang naik 0,6% secara bulanan, atau sesuai dengan ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)