
Investor Cenderung Berhati-hati, Harga Mayoritas SBN Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Rabu (3/11/2021), di mana investor cenderung bermain aman jelang pengumuman rapat dari bank sentral Amerika Serikat (AS) pada Kamis (4/11/2021) dini hari waktu Indonesia.
Mayoritas investor kembali ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan melemahnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 3 dan 30 tahun yang masih cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield-nya. Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 20 dan 25 tahun cenderung stagnan.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 3 tahun menguat 0,7 basis poin (bp) ke level 4,036% dan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun naik 0,8 bp ke level 6,826%. Sedangkan yield SBN dengan tenor 20 dan 25 tahun cenderung stagnan di level masing-masing 7,02% dan 7,179%.
Sementara untuk yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik melemah 1,3 bp ke level 6,228%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Meskipun sebagian besar investor cenderung memburu pasar saham dalam negeri pada hari ini, namun sebagian lainnya cenderung bermain aman dengan memburu pasar obligasi pemerintah Indonesia.
Hal ini juga sejalan dengan pergerakan yield obligasi pemerintah AS (Treasury) yang juga melemah pada pagi hari ini waktu AS.
Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun melemah 1,4 bp ke level 1,533% pada pukul 07:00 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Selas (2/11/2021) kemarin di level 1,547%.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengakhiri pertemuan Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC) yang telah berlangsung selama dua hari pada hari ini pukul 14:00 waktu AS atau Kamis dini hari pukul 01:00 WIB, diikuti oleh konferensi pers dengan Ketua Jerome Powell.
Pasar berekspektasi The Fed akan memulai melakukan progeram pengurangan pembelian obligasi atau tapering. Sebagai awalan, pembelian surat berharga diperkirakan bakal berkurang US$ 15 miliar.
Nantinya pembelian surat berharga diperkirakan berkurang US$ 15 miliar setiap bulannya. Dengan kecepatan itu, maka tapering akan selesai dalam delapan bulan atau pertengahan tahun 2022.
Akan tetapi, sepertinya tapering pada tahun ini tidak akan membawa malapetaka seperti pada 2013-2015. Sebab, seperti yang sudah disampaikan, komunikasi The Fed berjalan dengan baik sehingga pasar punya waktu untuk menyesuaikan diri.
"Ada beberapa alasan pengetatan kebijakan moneter di AS tidak akan menyebabkan eksodus modal asing di negara berkembang seperti 2013. Pertama, imbal hasil [yield] obligasi pemerintah AS sekarang malah turun, tidak seperti taper tantrum 2013. Kedua, pelaku pasar punya waktu berbulan-bulan karena The Fed telah melakukan komunikasi sebelumnya," kata Citi dalam risetnya
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi