Rupiah Terburuk Pekan Ini, Terkait Kegelisahan Jokowi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 October 2021 09:40
Sambutan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Puncak Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-93, 28 Oktober 2021. (Tangkapan Layar Youtube)
Foto: Sambutan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Puncak Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-93, 28 Oktober 2021. (Tangkapan Layar Youtube)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah makin menjauhi Rp 14.000/US$ di pekan ini, padahal pada pekan lalu level psikologis tersebut nyaris ditembus. Sepanjang pekan ini, rupiah tercatat melemah 0,32% ke Rp 14.165/US$ melansir data Refinitiv. Sementara pada pekan lalu, meski sempat menguat di awal-awal tetapi akhirnya melemah 0,32%.

Dibandingkan mata uang Asia pekan ini, rupiah menjadi yang terburuk ketiga setelah yen Jepang dan yuan China.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia sepanjang pekan ini.

idr

China mengirim sentimen negatif di pekan ini, setelah kembali memberlakukan lockdown di beberapa wilayah guna meredam penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang mulai menanjak lagi.

Secara nominal, angka penambahan kasus di Negeri Tirai Bambu memang kecil. Rata-rata dalam 7 hari terakhir penambahan kasus sebanyak 48 kasus per hari naik dari pekan sebelumnya sebanyak 26 kasus.

Namun pemerintah China menganut kebijakan tiada toleransi untuk urusan Covid-19 (zero Covid-19 strategy).

Jadi walau angka kecil, tren kenaikan sudah cukup buat pemerintah memberlakukan lockdown.

Hal tersebut tentunya membuat sentimen pelaku pasar cukup memburuk, mengingat China merupakan negara dengan perekonomaian terbesar kedua di dunia.

Kenaikan kasus Covid-19 dan lockdown membuat kurs yuan menjadi yang terburuk kedua di Asia pekan ini. Jika dilihat negara lain yang mengalami kenaikan kasus mata uangnya juga mengalami pelemahan.

Singapura misalnya, pada Rabu (27/10) melaporkan penambahan kasus Covid-19 di atas 5.000 orang per hari, menjadi rekor terbanyak selama pandemi.

Kemudian yen Jepang terpuruk di pekan ini setelah bank sentral Jepang mengatakan inflasi masih akan jauh di bawah target 2% dalam 2 tahun ke depan, saat banyak negara mengalami masalah tingginya inflasi.

Dengan situasi tersebut, BoJ akan jauh tertinggal dari bank sentral utama dunia lainnya yang sudah bersiap untuk menaikkan suku bunga akibat tingginya inflasi. Alhasil, spread imbal hasil (yield) obligasi akan melebar, yang berdampak pada pelemahan kurs yen.

Sementara itu dari dalam negeri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar para kepala daerah berhati-hati dan mewaspadai kenaikan kasus Covid-19 sekecil apapun di daerahnya.

Berdasarkan catatan Jokowi, ada sekitar 105 kabupaten kota di 30 provinsi yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang kasus positifnya naik.

Hal tersebut dikemukakan Jokowi saat memberikan pengarahan kepada para kepala daerah se-Indonesia secara virtual di Istana Merdeka, Jakarta, seperti dikutip, Selasa (26/10/2021).

"Meskipun kecil merangkak naik, tetap harus diwaspadai. Artinya apa? Kenaikan itu ada meskipun kecil," tegas Jokowi.

"Oleh sebab itu, saya minta Gubernur, Pangdam, Kapolda mengingatkan kepada Bupati, Wali Kota, kepada Kapolres dan juga Dandim, Danrem agar tetap meningkatkan kewaspadaan, memperkuat tracing dan testing, dan juga tes betul-betul kontak eratnya dengan siapa," katanya.

Halaman Selanjutnya >>> Pasar Menantikan Tapering The Fed

Pelaku pasar yang menanti pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) membuat rupiah sulit menguat. The Fed hampir pasti melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini, dan pengumumannya akan dilakukan pada pekan depan.

Tapering pernah terjadi pada tahun 2013, dan membuat kurs rupiah jeblok. Tetapi saat ini kondisinya berbeda dengan 2013, fundamental Indonesia sudah jauh lebih baik.

Selain itu, meski tapering sudah dikonfirmasi oleh ketua The Fed, Jerome Powell. Namun, tidak seperti 2013, tapering kali ini ditanggapi santai oleh pelaku pasar, belum terlihat adanya gejolak di pasar finansial global.

"Saya berfikir sekarang saatnya melakukan tapering, saya tidak berfikir sekarang saatnya menaikkan suku bunga," kata Powell dalam konferensi virtual Jumat (23/10), sebagaimana diwartakan Reuters.

Artinya, The Fed sukses melakukan komunikasi dengan pasar. Pada tahun 2013, ketika terjadi taper tantrum akibat pengumuman tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) The Fed, komunikasi yang kurang bagus dikatakan menjadi penyebabnya.

Meski tetap saja pelaku pasar melakukan aksi wait and see, hingga mendapat kepastian kapan tapering resmi dilakukan dan seberapa besar. Pasar saat ini melihat tapering paling cepat dilakukan pada pertengahan November dengan nilai US$ 15 miliar setiap bulannya dari saat ini US$ 120 miliar per bulan.

Selain tapering, pelaku pasar juga akan melihat sinyal kapan suku bunga akan dinaikkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular