Bursa Asia Berjatuhan Lagi, Shanghai-IHSG-Nikkei Ambruk

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
28 October 2021 17:10
A man walks in front of an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, June 17, 2020. Major Asian stock markets declined Wednesday after Wall Street gained on hopes for a global economic recovery and Japan's exports sank. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Jepang (AP/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia kembali ditutup berjatuhan pada perdagangan Kamis (28/10/2021), karena investor dikhawatirkan oleh sentimen negatif dari potensi melambatnya perekonomian di kawasan tersebut akibat dari krisis energi.

Selain itu, juga dipicu kenaikan kasus virus corona (Covid-19) di China, dan krisis likuiditas perusahaan properti China yang masih berlangsung.

Indeks Nikkei Jepang ditutup ambles 0,96% ke level 28.820,09, Hang Seng Hong Kong melemah 0,28% ke 25.555,73, Shanghai Composite China ambruk 1,23% ke 3.518,42, Straits Times Singapura terkoreksi 0,45% ke 3.203,82, KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,53% ke 3.009,55, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,18% ke 6.524,076.

Dari China, ambruknya saham batu bara menjadi penyebab amblesnya indeks Shanghai dan memimpin pelemahan bursa Asia pada hari ini.

Saham perusahaan batu bara China memperpanjang kerugiannya, di mana sahamnya ambruk nyaris 7% pada hari ini, di tengah upaya intensif China untuk mendinginkan harga batu bara yang sedang melonjak.

Perencana negara China telah bertemu produsen batu bara dan asosiasi industri sektor batu bara dalam dua hari terakhir untuk mempelajari standar dan membahas langkah-langkah untuk campur tangan dalam harga batu bara.

"Sektor pertambangan batu bara kemungkinan akan tetap bergejolak karena arah kebijakan penormalan harga batu bara menjadi lebih jelas," kata Shanxi Securities, dikutip dari Reuters.

Alhasil, sub-indeks energi China dan sub-indeks industri sumber daya China kembali terjatuh pada hari ini, dengan masing-masing ambruk 5,8% dan 4,6%.

Di lain sisi, krisis likuiditas beberapa perusahaan properti China masih berlanjut, di mana perusahaan pengembang China Oceanwide Holdings Co Ltd mengatakan bahwa pemegang utang perusahaan yang diterbitkan oleh dua unit offshore-nya telah mengambil agunan utang setelah unit lain dari perusahaan tersebut gagal membayar kembali surat utang yang jatuh tempo.

Hal ini menambah deretan perusahaan properti China yang terhimpit masalah utang setelah Evergrande, Fantasia Holdings, Sinic Holdings, dan Modern Land dilanda kasus serupa.

Sementara itu di Jepang, bank sentral Negeri Sakura (Bank of Japan/BoJ) kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level rendah, yakni -0,1% pada hari ini dan penetapan kebijakan yield curve control (YCC) obligasi tenor 10 tahun di kisaran 0%.

BoJ juga memproyeksikan inflasi Jepang jauh di bawah target 2%, setidaknya dua tahun lagi, saat banyak negara mengalami masalah tingginya inflasi.

Dengan situasi tersebut, BoJ akan jauh tertinggal dari bank sentral utama dunia lainnya yang sudah bersiap untuk menaikkan suku bunga akibat tingginya inflasi. Alhasil, selisih (spread) imbal hasil (yield) obligasi akan melebar, yang berdampak pada pelemahan kurs yen.

Pasar saham Asia yang kembali berjatuhan pada hari ini cenderung mengikuti pergerakan bursa saham AS, Wall Street yang secara mayoritas ditutup terkoreksi pada Rabu (27/10/2021) kemarin waktu AS.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot 0,74% ke level 35.490,69, S&P 500 tertekan 0,51% ke 4.551,68. Namun untuk indeks Nasdaq Composite cenderung flat di level 15.235,84.

Pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam diprediksi akan melambat pada kuartal III-2021, karena pasokan barang belum terserap optimal, sementara harga komoditas energi menguat dan penyerapan tenaga kerja belum optimal.

Polling Dow Jones memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan sebesar 2,8% ketika petang hari nanti diumumkan oleh Departemen Perdagangan AS. Meski masih terhitung menguat, catatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) itu akan menjadi yang terlemah di era pemulihan pandemi.

Bahkan, ada kemungkinan ekonomi tak bertumbuh sama sekali pada kuartal kemarin, mengingat platform GDPNow milik bank sentral (Federal Reserve/The Fed) Atlanta menurunkan estimasinya menjadi 0,2%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular