
Investor Abaikan Sentimen Positif, SBN Kembali Diburu

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Jumat (15/10/2021) akhir pekan ini, di tengah menguatnya imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) karena investor di AS menimbang banyak data ekonomi utama yang keluar sepanjang pekan ini.
Mayoritas investor kembali ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan kembali melemahnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor panjang yakni 30 tahun yang kembali dilepas oleh investor dan mengalami kenaikan yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 30 tahun menguat 1,1 basis poin (bp) ke level 6,86% pada perdagangan hari ini. Sementara, yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi pemerintah kembali menurun 2,5 bp ke level 6,269% pada hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Investor di SBN cenderung mengabaikan sentimen positif dari dalam negeri, di mana Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan RI bulan September 2021 kembali mencetak surplus, yakni mencapai US$ 4,37 miliar.
Surplus neraca dagang didorong oleh peningkatan ekspor yang mencapai 47,64% secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara itu impor juga tercatat tumbuh 40,31% secara tahunan di waktu yang sama.
Meskipun sentimen pasar global cenderung positif hari ini, hal itu tidak menyurutkan sikap investor yang kembali memburu SBN. Di lain sisi, pergerakan yield SBN pada hari ini cenderung berbanding terbalik dengan pergerakan yield obligasi pemerintah AS (Treasury).
Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun menguat 2,3 bp ke level 1,542% pada pukul 07:16 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Kamis (14/10/2021) kemarin di level 1,519%.
Pada Kamis kemarin, data inflasi AS dari sisi harga produsen terpantau naik sedikit secara bulanan (month-on-month/mom), indeks harga produsen (producer price index/PPI) AS periode September 2021 naik menjadi 0,5%, lebih baik sedikit dari perkiraan pasar di survei Dow Jones yang memperkirakan 0,6%.
Sementara itu pada Rabu (13/10/2021) lalu, data inflasi AS dari sisi harga konsumen periode September 2021 dilaporkan tumbuh 0,4% dari bulan sebelumnya, lebih tinggi dari hasil polling Reuters terhadap para ekonom sebesar 0,3%.
Sementara itu dibandingkan September 2020, inflasi melesat 5,4%, lebih tinggi dari pertumbuhan bulan Agustus 5,3% (yoy). Inflasi inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi, tumbuh 0,2% (mom), dan 4% (yoy).
Inflasi merupakan salah satu acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menerapkan kebijakan moneter, untuk saat ini adalah kapan waktunya tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dan kenaikan suku bunga.
Kenaikan yield artinya pelaku pasar cenderung melepas kepemilikan di Treasury, sebab ada ekspektasi suku bunga akan dinaikkan, sehingga yield yang rendah menjadi kurang menarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi