Pasar Tunggu Data Inflasi, Rupiah Diam di Tempat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 October 2021 15:32
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (13/10). Rentang pergerakan juga tidak lebar, menjadi indikasi pelaku pasar menanti rilis data inflasi AS malam ini.

Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.205/US$, sekaligus menjadi yang terkuat pada hari ini. Setelahnya rupiah berbalik melemah 0,04% ke Rp 14.220/US$, dan tertahan di level tersebut nyaris sepanjang hari, sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 14.215/US$. Rupiah stagnan dibandingkan penutupan perdagangan Selasa kemarin.

Pelaku pasar saat ini menanti rilis data inflasi AS yang akan dirilis nanti malam. Inflasi merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam memutuskan kapan waktu tapering serta menaikkan suku bunga.

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperingatkan bank sentral di dunia seperti The Fed agar bersiap untuk menaikkan suku bunga seandaianya inflasi lepas kendali.

Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru edisi Oktober 2021, lembaga yang berkantor pusat di Washington DC itu menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi dunia 2021 kini diperkirakan 5,9%. Turun 0,1 poin persentase dibandingkan WEO edisi Julli 2021.

"Momentum pemulihan ekonomi dunia masih berlanjut, tetapi melambat. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) masih menjadi risiko utama," sebut WEO Oktober 2021.

Sementara itu untuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, IMF kini memperkirakan pertumbuhan 3,2% tahun ini. Turun 0,7 poin persentase dibandingkan WEO Juli 2021. Untuk 2022, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berubah di 5,9%.

"Di luar China dan India, perkiraan pertumbuhan ekonomi diturunkan karena pandemi yang mengganas," sebut WEO Oktober 2021.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Didorong Agresif Melakukan Tapering

Para pejabat The Fed sebelumnya sudah menyatakan jika suku bunga merupakan senjata utamanya dalam melawan inflasi yang berada di level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
Bahkan, Presiden The Fed wilayah St. Louis James Bullard, menyatakan The Fed bisa agresif dalam melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).

Pasar memperkirakan The Fed akan mengumumkan tapering di bulan depan, dan eksekusi pertama dilakukan pada bulan Desember. Dengan nilai QE saat ini sebesar US$ 120 miliar per bulan, The Fed diperkirakan akan menguranginya sebesar US$ 15 miliar per bulan, sehingga butuh waktu 8 bulan untuk menyelesaikannya.

Tetapi Bullard mengatakan ia mendukung program tersebut selesai di kuartal I-2022.

"Saya sudah menganjurkan untuk menyelesaikan proses tapering di akhir kuartal pertama tahun depan, karena saya ingin berada di posisi untuk bereaksi jika inflasi terus meninggi" kata Bullard kepada CNBC International Selasa (12/10).

Reaksi yang dimaksud adalah menaikkan suku bunga.

Isu terkait tapering serta kenaikan suku bunga tersebut membuat rupiah sulit menguat di sisa perdagangan hari ini. Peluang penguatan rupiah baru akan terbuka cukup lebar jika data inflasi di AS nanti malam menunjukkan pelambatan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular