
Berani Beri Bunga Hingga 8%, Bagaimana Prospek Bank Digital?

akarta, CNBC Indonesia - Bank digital yang diramal akan menjadi masa depan perbankan Indonesia semakin gencar mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK) dengan memberi promo berupa bunga simpanan hingga 7% dan bunga deposito hingga 8% per tahun kepada nasabah yang membuka rekening tabungan.
Keputusan tersebut ramai-ramai dilaksanakan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan dan ketentuan bank digital yang termuat dalam POJK 12/2021 tentang Bank Umum pertengahan Agustus lalu.
Dirilisnya ketentuan bank digital mendapat respons positif kalangan investor, yang sudah lama menantikan diresmikannya peraturan yang dapat mengakomodasi perkembangan digitalisasi yang cukup pesat di industri perbankan.
Beberapa bank digital yang ikut meramaikan industri perbankan nasional sejak beberapa tahun terakhir di antaranya adalah Jenius dari Bank BTPN, Digibank dari Bank DBS, TMRW Bank UOB, dan Jago dari Bank Jago.
Selain itu terdapat pula Seabank milik e-commerce raksasa Shopee Bank yang namanya berubah dari semula Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) dan Bank Neo milik fintech Akulalu yang didanai oleh Grup Alibaba, yang semula bernama Bank Yudha Bhakti.
Selain itu beragam bank mini lainnya juga mulai mengencangkan sabuk dalam pertarungan digital, MNC Bank baru-baru ini resmi meluncurkan aplikasi layanan mobile banking dari yakni MotionBanking pada Juni 2021. Kemudian disusul oleh aplikasi blu by BCA Digital yang resmi meluncur pada 2 Juli 2021.
Sejumlah bank lainnya juga dalam proses go digital adalah PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO), PT Bank Capital Tbk (BACA) dan PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW).
Sebelumnya berdasarkan laman resmi Seabank, divisi perbankan Sea Group di Indonesia ini memberikan promo bunga simpanan mencapai 7% kepada nasabah yang mendaftar hingga 30 September 2021. Bunga tersebut diberikan tanpa minimum jumlah tabungan, jangka waktu, maupun biaya yang harus dipenuhi.
Selain dari laman dan kanal sosial media resmi milik perusahaan, promo tersebut secara khusus juga ikut menyesar pengguna Shopee, yang mana pengumuman tersebut dibagikan sebagai notifikasi kepada pengguna oleh aplikasi yang telah diunduh lebih dari 100 juta kali di playstore.
Besaran bunga tersebut berada di atas bunga yang dijaminkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar 3,50%, akan tetapi di luar promo sebenarnya suku bunga yang ditawarkan Seabank adalah sebesar 4% per tahun.
Sejalan dengan fokus bank digital pada tahap awal yakni menggenjot penghimpunan dana (funding), jangan heran apabila calon bank digital berlomba menawarkan keuntungan paling atraktif kepada nasabah agar menyimpan dananya di bank tersebut. Salah satu hal yang ditawarkan adalah bunga simpanan dan deposito yang tinggi.
Selain Seabank, bank digital milik fintech Akulaku juga terlihat sangat agresif dalam menjaring calon nasabah demi mengumpulkan dana.
PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) dalam postingan di Instagram mengumumkan bahwa perseroan menawarkan bunga tabungan 6% per tahun serta bunga deposito yang mencapai 8% per tahun.
Selanjutnya terdapat DIgibank, bank digital miliki DBS yang menawarkan bunga tabungan 1,00% dan bunga deposito hingga 4,10%.
Adapun bank digital lain seperti Bank Jago, Jenius dari BTPN dan TMRW dari UOB menawarkan tabungan 0,50% dan bunga deposito 4,00%.
Sebelum tunduk akan aturan LPS, Jenius juga sempat agresif menawarkan bunga deposito dalam berbagai skema, akan tetapi akibat risiko tinggi karena tidak dijamin LPS, bank ini kemudian menurunkan suku bunga yang ditawarkan
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa juga sempat mengatakan bahwa simpanan dengan bunga di atas bunga penjaminan tersebut tidak dijamin LPS. Oleh karena itu, Bank harus menjelaskan kepada nasabahnya bahwa deposito mereka tidak dijamin oleh LPS. Hal tersebut dilakukan agar nasabah mengetahui risikonya.
Dia mengatakan penawaran bunga simpanan tinggi tidak menyalahi selama Bank telah menjelaskan kepada nasabah terkait risikonya.
Selain tawaran bunga yang tinggi bank digital juga memiliki beberapa cara lain untuk menggaet calon nasabah salah satunya dengan menghapuskan biaya administrasi, tercatat dari keenam bank di atas hanya Jenius yang tidak lagi menawarkan biaya administrasi gratis, setelah pada awal pendirian menawarkan hal tersebut.
Insentif lain yang diberikan mencakup transfer gratis ke berbagai Bank dan penarikan tunai di ATM dengan kondisi yang berbeda antar bank dan harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan pihak operator.
Investor global tampaknya tertarik dan kian melirik potensi bisnis bank digital Tanah Air setelah Ribbit Capital mengumumkan investasi di PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan Alibaba milik taipan dunia Jack Ma, melalui Akulaku Silvrr, menjadi pemegang saham pengendali PT Bank Neo Commerce (BBYB).
Selain Ribbit dan Alibaba, investor kakap lain seperti Grab juga dikabarkan tengah mengincar bank kecil untuk dikonversi menjadi digital.
Sementara itu, dana abadi negara atau sovereign wealth fund (SWF) milik pemerintah Singapura, GIC Private Limited, sudah lebih dahulu masuk di Bank Jago dan sudah melakukan pembelian saham emiten e-commerce PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).
Menurut sejumlah ekonom, minat investor asing dipicu setidaknya dipicu tiga hal. Pertama, besarnya populasi masyarakat Indonesia yang belum memiliki rekening bank (unbanked population). Jumlahnya mencapai 52% atau sekitar 95 juta orang.
Kedua, lebih dari 47 juta penduduk dewasa tidak memiliki akses memadai pada kredit, investasi dan asuransi.
Ketiga, penetrasi smartphone di Indonesia mencapai hingga 70%-80%. Fakta ini mengonfirmasi masyarakat Indonesia secara infrastruktur sangat siap untuk perbankan digital.
Faktor pendorong lainnya adalah Peraturan OJK soal Bank Umum yang memberikan kepastian hukum bagi investor untuk menanamkan modal di bank digital.
Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira mengungkapkan, alasan investor tertarik berinvestasi pada bank digital seperti Bank Jago karena prospek perkembangan perbankan digital di Indonesia sangat menjanjikan.
"Dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, bank digital diperkirakan membuat persaingan industri perbankan menjadi lebih efisien, jumlah sektor usaha yang dibiayai pinjaman meningkat, serta mampu menciptakan ekosistem digital yang semakin lengkap." katanya, Senin (11/10/2021).
Faktor demografi menurut Bhima bukan satu-satu nya yang mampu mendorong masyarakat beralih menggunakan bank digital. Tidak hanya generasi milenial dan Z yang tertarik menjadi nasabah bank digital, generasi yang lebih senior pun melihat bank digital sebagai sebuah kebutuhan karena layanan cukup lengkap dari tabungan, pinjaman hingga layanan investasi dalam satu platform.
Ke depan, kata Bhima, bank digital yang mampu meningkatkan integrasi layanan dengan platform digital lainnya. Misalnya nasabah bisa membuka tabungan bank digital di platform e-commerce dan sekaligus bis berinvestasi reksadana saham tanpa harus membuka akun baru di platform khusus investasi, ini akan memberikan user experiences yang berbeda dari bank tradisional.
Sementara itu, ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, pada dasarnya bank punya peluang yang sama untuk memenangi persaingan.
Karena saat ini semua bank telah mengembangkan layanan digitalnya, maka bank yang lambat beradaptasi tentunya akan tertinggal.
"Teknologi digital membawa bank berdiri di garis start yang sama. Jika dulu bank-bank besar yang memiliki banyak kantor cabang dan ATM menjadi pemenang, kini di era teknologi digital, bank memiliki garis start baru untuk berlomba jadi pemenang," kata Piter.
Menurut Piter, bank digital manapun bisa memenangkan persaingan asal memenuhi tiga syarat utama. Pertama, bank digital harus memiliki kemampuan mengakses ekosistem digital. Kalau dulu bank yang punya cabang dan atm banyak jadi pemenang, kini bank yang punya ekosistem besar punya peluang besar jadi pemenang.
Kedua, bank digital harus memiliki produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen masa kini dan masa depan. Hal ini mengingat tuntutan nasabah akan layanan perbankan terus meningkat, khususnya di era digital saat ini.
Ketiga, bank digital harus punya modal besar dan SDM yang kuat. Hal ini juga menjadi salah penentu bank digital bisa memenangkan persaingan ke depan.
Jumat pekan lalu (8/10), perusahaan fintech PT Akulaku Silvrr Indonesia yang disokong Grup Alibaba milik crazy rich China, Jack Ma, resmi menjadi pengendali emiten bank PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB).
Penetapan ini telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang pengambilalihan yang diatur dalam POJK No.41/POJK.03/2019 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi dan Konversi Bank Umum.
Prospek Digital
Di sisi lain, dalam kesempatan terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan pengarahan dalam OJK Virtual Innovation Day 2021 menyampaikan, Indonesia berpotensi menjadi raksasa ekonomi digital setelah China dan India.
Kepala Negara mengemukakan, gelombang digitalisasi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir yang dipercepat dengan pandemi Covid-19 harus disikapi dengan cepat dan tepat.
"Kita lihat bank berbasis digital bermunculan, juga asuransi berbasis digital bermunculan, dan berbagai macam e-payment harus didukung. Penyelenggara fintech terus bermunculan, termasuk fintech Syariah," katanya, Istana Negara, Senin ini (11/10).
"Inovasi-inovasi finansial teknologi semakin berkembang. Fenomena sharing economy semakin marak, dari ekonomi berbasis peer to peer hingga business to business," jelasnya.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gokil! Bank Digital Jorjoran Beri Bunga Simpanan Hingga 8%
