
Melemah Tipis, IHSG Bertahan pada Level 6.400 di Sesi 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona merah pada penutupan perdagangan sesi pertama Kamis (7/10/2021), di tengah munculnya lagi kabar buruk kasus gagal bayar perusahaan properti China.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di level 6.414,927 atau melemah 2,4 poin (-0,04%) pada penutupan siang. Dibuka melemah 0,04% ke 6.414,912, indeks acuan utama bursa ini terombang-ambing di antara dua zona dan sempat menyentuh level terendah hariannya pada 6.392,728 pukul 09:20 WIB.
Namun, selepas itu IHSG berbalik menguat hingga menyentuh level tertinggi hariannya pada 6.458,638 pukul 10:10 WIB. Mayoritas saham terkoreksi, yakni sebanyak 267 unit, sedangkan 223 lain menguat, dan 155 sisanya flat.
Nilai perdagangan meninggi, sebesar Rp 11,1 triliun yang melibatkan 15 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1 jutaan kali. Investor asing masih mencetak pembelian bersih (net buy), kali ini senilai Rp 1,05 triliun menjadi net buy keempat dalam sepekan.
Saham yang mereka borong terutama adalah saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 249,7 miliar dan Rp 175 miliar. Keduanya menguat, masing-masing sebesar 0,5% dan 0,8% ke Rp 4.140 dan Rp 6.650/unit.
Sebaliknya, aksi jual asing menimpa saham PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 68,7 miliar dan Rp 13,7 miliar. Kedua saham tersebut bergerak berlawanan arah dengan koreksi ASII sebesar 3,35% menjadi Rp 5.775 dan reli SMGR sebesar 2,5% menjadi Rp 8.175/saham.
Dari sisi nilai transaksi, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) meraja dengan total nilai perdagangan Rp 991,4 miliar diikuti BBRI senilai Rp 644,5 miliar, dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) senilai Rp 418 miliar.
Koreksi terjadi setelah risiko gagal utang muncul lagi dari China, setelah Evergrande, yakni Fantasia Holdings dan Sinic Holdings. Fantasia sudah mengalami gagal bayar (default), sementara Sinic baru berpotensi default.
Buruknya kondisi likuiditas Sinic Holdings menyebabkan perusahaan pemeringkatan global, Fitch Ratings, menurunkan peringkat utang menjadi 'C' dari sebelumnya 'CCC'. Ini merupakan penurunan rating kedua dalam sebulan terakhir setelah pada 22 September.
Senasib dengan Sinic, Fantasia juga berkali-kali rating-nya diturunkan oleh Fitch dalam sebulan terakhir, dimulai dari tanggal 16 September dari 'B+' menjadi 'B', kemudian pada 4 Oktober turun menjadi 'CCC-'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Bank Diburu, IHSG Awet Menghijau Hingga Closing Sesi 1