
Sikap Investor Variatif Lagi, Harga SBN Ditutup Mixed

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup beragam pada perdagangan Jumat (1/10/2021), di tengah melemahnya imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) pada pagi hari ini waktu setempat.
Sikap investor di pasar SBN kembali cenderung beragam, di mana pada SBN bertenor 1, 5, 15, dan 25 tahun, investor ramai memburu SBN, ditandai dengan menguatnya harga dan melemahnya imbal hasil (yield). Sisanya yakni SBN berjatuh tempo 3, 10, 20, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan melemahnya harga dan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, dari SBN yang mengalami pelemahan yield, SBN bertenor 1 tahun kembali menjadi yang paling besar pelemahannya pada hari ini, yakni mencapai 1,6 basis poin (bp) ke level 3,192%.
Sedangkan dari SBN yang mengalami penguatan yield, SBN berjatuh tempo 20 tahun menjadi yang paling besar penguatannya, yakni mencapai 3,3 bp ke 7,089%. Sementara, yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali menguat 0,6 bp ke level 6,359% pada hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sentimen yang datang di pasar keuangan global kembali cenderung beragam pada hari ini. Meskipun beragam, namun pasar menilai bahwa sentimen negatif masih cenderung dominan hadir, di mana saat ini investor mengkhawatirkan dari krisis energi di Eropa dan China.
Di Eropa, krisis energi terjadi dalam beberapa hari terakhir yang disebabkan oleh melonjaknya harga gas alam. Dalam sepekan terakhir, harga gas alam di Henry Hub (Oklahoma) melonjak 20,58%. Dalam periode tahun berjalan (year-to-date/YTD), harga gas melambung 136,31%.
Harga gas alam yang semakin mahal membuat biaya pembangkitan listrik dengan bahan bakar ini kian tidak ekonomis. Di Eropa, biaya pembangkitan listrik dengan gas alam adalah EUR 75,725/MWh pada 28 September 2021.
Sementara di China, krisis listrik juga turut membebani sentimen pasar pada hari ini, yang membuat bursa Asia kembali berjatuhan pada hari ini. Hal ini juga diperparah oleh China yang mulai memasuki musim dingin.
Alhasil, dari krisis energi di Eropa dan China tersebut membuat batu bara yang mulai dihindari oleh beberapa negara maju terutama di Eropa, kini kembali dicari sebagai alternatif untuk mengurangi krisis energi.
Di lain sisi, pergerakan yield SBN yang beragam terjadi di tengah pelemahan yield obligasi pemerintah AS (Treasury) pada perdagangan Jumat pagi waktu Indonesia, jelang rilis data indeks harga belanja konsumen inti (personal consumption expenditure/PCE) periode Agustus 2021.
Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun kembali melemah 4 bp ke level 1,487% pada pukul 07:00 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Kamis (30/9/2021) kemarin di level 1,527%.
Yield Treasury bertenor 10 tahun sempat menyentuh level tertingginya sejak pertengahan Juli lalu, yakni di level 1,56% di tengah kekhawatiran investor tentang inflasi yang berpotensi akan bertahan lebih lama dan kebijakan moneter bank sentral global yang mulai lebih ketat.
Pada hari ini, AS akan mempublikasikan indeks PCE periode Agustus pada pukul 08:30 waktu AS atau pukul 19:30 WIB, yang menjadi acuan The Fed dalam menentukan kebijakan moneter. Pasar memperkirakan inflasi PCE tersebut naik 0,2% secara bulanan dan 3.5% secara tahunan.
Selain itu, data aktivitas manufaktur AS yang tergambarkan pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) periode September 2021 versi Markit dan ISM juga akan dirilis pada hari ini.
Di lain sisi, Kongres AS bersiap untuk mencegah terjadinya penutupan pemerintah atau shutdown. Senat dan DPR akan berusaha untuk meloloskan RUU alokasi jangka pendek yang akan membuat pemerintah tetap berjalan hingga 3 Desember dan mengirimkannya ke Presiden Joe Biden untuk ditandatangani.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi