
Kinerja Ciamik IHSG & 7 Indeks Sektoral, Banyak yang Cuan

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatatkan apresiasi di sepanjang kuartal III tahun 2021. Sebanyak 7 dari 11 indeks sektoral mencatatkan penguatan dengan indeks energi dan transportasi & logistik menjadi pendorong utamanya.
Pada periode Juli-September 2021, IHSG berhasil mencatatkan penguatan 4,68%. Sejatinya IHSG cenderung bergerak sideways di sepanjang kuartal III. Penguatan IHSG baru terjadi jelang akhir September.
IHSG menguat signifikan pada 29-30 September dengan apresiasi masing-masing 0,82% dan 2,02%. Itulah yang menjadi pendorong utama kinerja positif IHSG di kuartal III tahun ini.
Secara sektoral, indeks sektor energi dan transportasi & logistik menjadi indeks yang memberikan return paling fantastis. Indeks sektor teknologi berhasil naik 38,5% sedangkan untuk transportasi dan logistic naik 22%.
Sentimen pendorong kenaikan fantastis indeks sektoral energi adalah penguatan harga komoditas terutama batu bara.
Harga batu bara acuan global terus mengalami kenaikan bahkan sampai tembus level tertinggi sepanjang sejarah di US$ 200/ton.
Harga batu bara yang terbang tinggi dipicu oleh krisis energi di Eropa sehingga menyebabkan harga gas melambung serta terus menipisnya pasokan batu bara China di tengah disrupsi rantai pasok global akibat Covid-19 dan juga faktor cuaca di negara-negara produsen utama.
Sementara itu penguatan indeks sektoral transportasi dan logistik juga didorong oleh adanya pelonggaran secara bertahap PPKM Leveling di berbagai wilayah terutama Jawa-Bali sehingga membuat mobilitas masyarakat meningkat.
Membaiknya sentimen terhadap kondisi perkonomian domestik dan harapan pemulihan ekonomi yang semakin tinggi membuat indeks sektoral consumer cyclicals menduduki peringkat ketiga secara gain dengan apresiasi 14,09%.
Beda nasib dengan indeks sektoral consumer cyclicals yang menguat hingga dobel digit di kuartal III, indeks consumer non-cyclicals justru ambrol hingga 6%.
Perlu diketahui konstituen indeks ini adalah emiten-emiten big cap yang industrinya sudah mature seperti F&B, personal care hingga rokok. Saham-saham penghuninya pun sudah bisa ditebak seperti UNVR, HMSP, ICBP dkk.
Penurunan harga saham UNVR dengan market cap terbesar di golongannya membuat indeks jadi ambles.
Industri yang sudah mature, sektor yang cenderung defensif hingga momentum pemulihan ekonomi membuat saham-saham di sektor ini kurang menarik untuk dilirik.
Indeks sektoral keuangan yang memiliki bobot tertinggi dari total indeks juga membukukan kinerja positif. Hal ini didorong oleh dua faktor.
Pertama adalah rilis kebijakan OJK (POJK 12 dan 13) tentang digital banking yang membuat harga saham bank mini beterbangan.
Kedua adalah aksi korporasi yang dilakukan oleh big cap bank yang memiliki bobot besar terhadap indeks sektoral maupun indeks secara keseluruhan.
Aksi korporasi yang dimaksud di sini adalah stock split saham BBCA 1:5 dan kesuksesan right issue jumbo BBRI yang mencapai Rp 96 triliun. Seperti yang sudah diketahui bersama kedua saham ini memiliki bobot lebih dari 10% dari total indeks atau IHSG.
Kemudian sektor teknologi yang dielu-elukan selama pandemic dan di sepanjang 2021, justru menjadi sektor yang memiliki kinerja paling buruk, meskipun secara year to date imbal hasil yang diberikan masih bagger.
Di kuartal III, penggerak utama indeks sektoral ini adalah IPO jumbo salah satu startup unicorn Indonesia di bidang e-commerce, siapa lagi kalau bukan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).
Antusiasme investor yang tinggi terhadap saham BUKA membuatnya sempat mengalami dua kali auto reject atas (ARA) dua hari sejak melantai di bursa awal Agustus lalu.
Mengingat market cap BUKA yang besar dan sempat tembus Rp 100 triliun, kinerja indeks sektoral teknologi pun ikut terangkat karena penguatan harga saham BUKA.
Namun setelah itu harga saham BUKA cenderung melemah dan sekarang malah ditransaksikan di harga yang tak jauh dari harga penawaran perdana (IPO).
Dibarengi dengan penurunan harga saham penghuni sektor teknologi yang lain membuat indeks turun 12,5% di sepanjang kuartal III.
Untuk indeks sektor kesehatan yang diuntungkan dari adanya pandemi juga mengalami pelemahan. Namun pelemahannya minim. Pada periode Juli-September, indeks sektoral healthcare terpantau melemah 0,64%.
Hal ini kemungkinan besar diakibatkan karena kondisi pandemi yang semakin membaik sejak September serta penguatan yang sudah signifikan di awal-awal pandemi.
Di sisi lain investor juga sudah memperhitungkan terlebih dahulu akan adanya penguatan di sektor ini (priced in) saat krisis kesehatan menerpa Indonesia dan dunia.
Berikut ini adalah rangkuman performa indeks di sepanjang kuartal III-2021 :
![]() Kinerja Indeks |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 2 Hari Asing Borong Saham Emiten Sinarmas Rp 1 T, Siapa?