
Abaikan Tren Koreksi Asia, IHSG Tutup Sesi 1 di Zona Positif

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berayun ke zona hijau pada perdagangan sesi pertama Rabu (29/9/2021), di tengah tren penurunan yang menimpa bursa Asia.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di level 6.132,303 atau naik 19,2 poin (+0,3%) pada penutupan siang. Dibuka melemah 0,2% ke 6.100,826, indeks acuan utama bursa ini merosot hingga menyentuh level terendah hariannya pada 6.086,263 pukul 09:00 WIB.
Selepas itu IHSG langsung berbalik menguat dan terus melaju hingga sempat menyentuh titik tertinggi hariannya pada 6.137,479 pukul 09:30 WIB. Mayoritas saham melemah, yakni sebanyak 2879 unit, sedangkan 230 lain menguat, dan 135 sisanya flat.
Nilai perdagangan bertambah ke kisaran Rp 7,75 triliun yang melibatkan 19 miliaran saham yang berpindah tangan 1 jutaan kali. Investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 275,1 triliun.
Saham yang mereka buru terutama adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Asrra International Tbk (ASII) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 109 miliar dan Rp 53,2 miliar. Keduanya menguat dengan reli BBCA sbesar 0,6% ke Rp 32.800 dan penguatan ASII sebesar 3,45% ke Rp 5.250/unit.
Sebaliknya, aksi jual menimpa saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dengan nilai penjualan bersih sebesar Rp 40,7 miliar dan Rp 32,3 miliar. Keduanya bergerak berlawanan arah dengan reli ANTM sebesar 0,9% ke Rp 2.290/saham dan koreksi ADRO sebesar 0,9% Rp 1.725/saham.
Dari sisi nilai transaksi, ADRO kali ini meraja dengan total nilai perdagangan Rp 328,1 miliar menyusul rencana pembelian kembali (buyback) sahamnya di tengah lonjakan harga batu bara ke kisaran US$ 200/ton. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO) menyusul dengan nilai Rp 264,4 miliar.
Reli terjadi di tengah penguatan harga kontrak batu bara di New Castle, yang menjadi komoditas andalan Indonesia, ke level US$206/ton. Lonjakan ini membuat harga saham-saham batu bara menguat rata-rata 30% dalam sebulan terakhir.
Meski demikian, pasar masih dibayangi sentimen negatif dari luar negeri yakni naiknya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar, ke level 1,558%.
Investor global bertaruh bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan melakukan tapering (pengurangan pembelian obligasi di pasar) tahun ini menyusul lonjakan inflasi. Jika kebijakan tersebut diambil, terbuka peluang terjadinya pembalikan modal (capital outflow) dari bursa negara berkembang, termasuk Indonesia.
Mayoritas bursa saham Asia melemah, dipimpin indeks saham Nikkei Jepang sebesar -2,45% diikuti indeks KOSPI Korea Selatan sebesar -1,91%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Jatuh Lagi ke Bawah 7.000