Ini Proyek KRAS Rp 12 T yang Mangkrak & Bikin Erick Murka

Monica Wareza, CNBC Indonesia
Selasa, 28/09/2021 15:24 WIB
Foto: foto/ Peresmian Pabrik Industri Baja PT. Krakatau Steel (persero) Tbk, Kota Cilegon, 21 September 2021/ Youtube: Setpres

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir murka karena adanya proyek mangkrak di PT Krakatau Steel yang nilai investasinya mencapai US$ 850 juta atau kisaran Rp 12 triliun. Padahal pembangunan proyek ini dinilai telah memakan biaya investasi yang besar hingga membebankan perusahaan dengan utang menggunung.

Investasi yang dimaksud adalah investasi untuk pembangunan pabrik tanur tiup (blast furnace). Pabrik ini digunakan untuk mereduksi secara kimia dan mengkonversi secara fisik bijih besi yang padat.

"Krakatau Steel itu punya utang US$ 2 miliar, salah satunya investasi US$ 850 juta kepada proyek blast furnace yang hari ini mangkrak, ini kan hal-hal yang tidak bagus, pasti ada indikasi korupsi," kata Erick dalam webinar virtual, Selasa (28/9/2021).


Pembangunan pabrik ini tak hanya memakan biaya yang besar juga, namun juga molor hingga empat tahun lamanya. Sebelumnya pabrik ini ditargetkan dapat beroperasi pada 2015, namun terpaksa molor hingga 2019 yang membuat kerugian materil perusahaan menjadi makin besar.

Tak lama beroperasi, lalu sudah dihentikan operasionalnya sejak 5 Desember 2019 karena dinilai memiliki biaya tinggi.

Keputusan pabrik ini dihentikan setelah dilakukannya performance test untuk melihat apakah tujuan proyek tersebut sudah sesuai dengan feasibility study atau tidak.

Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim, kala itumenjelaskan blast furnace dirancang dengan estimasi harga gas senilai US$ 4,5 per MMBTU. Namun dengan harga gas yang melonjak, hasil pabrik ini tetap tak bisa kompetitif meski Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi yang mematok harga gas untuk industri sebesar US$ 6 per MMBTU berjalan.

Sebagai informasi, kontrak pembangunan komplek pabrik dengan sistem Blast Furnace diteken pada tanggal 15 November 2011 dengan konsorsium kontraktor lokal PT Krakatau Engineering (PT KE) dan kontraktor luar, yaitu Capital Engineering and Research Incorporation Limited (MCC-CERI).

Total biaya kontrak yang ditandatangani sebesar US$ 334,9 juta untuk MCC-CERI dan Rp 1,81 triliun untuk PT KE. Jadi jika ditotal biayanya mencapai Rp 6,5 triliun (asumsi RP 14.000/US$).

Proyek pembangunan Blast Furnace Complex (BFC) KRAS mencakup Sintering Plant, Coke Oven Plant, Blast Furnace dan Hot Metal Treatment Plant dengan kapasitas produksi 1,2 juta metrik ton hot metal dan pig iron per tahun.

Komisaris Perusahaan, Roy Maningkas, mengungkapkan bahwa proyek Blast Furnace itu bisa membuat perusahaan merugi hingga Rp 1,17 triliun-Rp 1,38 triliun per tahun (US$ 85-96 juta). Pasalnya, harga pokok produksi dari Blast Furnace justru menjadi lebih mahal, otomatis harga produk pun akan lebih mahal di pasaran.

"Saya menghitung harga pokok produksi akan lebih mahal sekitar US$ 70-82 per ton. Kalau kapasitasnya 1,2 juta ton kan besar sekali kerugiannya," kata Roy kepada CNBC Indonesia, Rabu (24/07/2019).

Tak lama setelah pabrik ini dihentikan operasionalnya, perusahaan mengakui akan mencari investor maupun partner strategis untuk mengoperasikannya kembali.

"Kami cari ahlinya dan yang penting bagaimana bisa mengefisiensikan [blast furnice] ini. Bentuk [kerja samanya] bisa spin-off [blast furnace] lalu JV [joint venture]," kata Silmy dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (8/7/2020).

Untuk mencari partner ini, manajemen perusahaan telah melayangkan tawaran kepada Posco Co., Ltd. dan Nippon Steel Corporation untuk berpartner.


(hps/hps)
Saksikan video di bawah ini:

Video: HGII Tebar Dividen Rp 4,5 M & Bidik Tambahan Pembangkit 100 MW