Sentimen Penggerak Pasar

Dear Para Investor, 'Pelototi' Terus Krisis Evergrande China

Tri Putra, CNBC Indonesia
26 September 2021 17:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Minggu ini, pasar keuangan global dan domestik sempat digegerkan dengan isu gagal bayar pengembang properti terbesar di China, Evergrande. Isu itu sukses membuat pasar bergejolak.

Indeks Hang Seng sempat jatuh lebih dari 3% dalam sehari. Wall Street menyusul di awal-awal pekan dengan koreksi lebih dari 1,5%. Fear index VIX sempat melonjak ke 26,7% yang merupakan level tertinggi sejak Mei 2021.

Dalam sepekan, IHSG memang berhasil finish dengan apresiasi 0,2%. Namun, saat isu Evergrande mengemuka, IHSG sempat jatuh lebih dari 1%. Sementara itu yield SBN 10 tahun cenderung stabil di level 6,2%. Rupiah juga bertahan di bawah Rp 14.300/US$.



Potensi default pembayaran bunga obligasi Evergrande senilai US$ 84 juta minggu ini membuat pelaku pasar kembali mengingat masa-masa kelam saat AS dilanda krisis Subprime Mortgage 2008 silam yang ditandai dengan kejatuhan Lehman Brother.

Memang Evergrande sendiri mengatakan pihaknya akan tetap memenuhi kewajiban untuk membayar bunga utang kepada kreditor. Hanya saja tidak dijelaskan secara mendetail bagaimana negiosiasi berlangsung.

Pasar juga menjadi kalem setelah Bank Sentral China (PBoC) menggelontorkan likuiditas senilai US$ 18,6 miliar ke sistem perbankan.

Namun untuk minggu depan, investor dan pelaku pasar masih perlu mencermati keberlanjutan negosiasi antara Evergrande dengan para pemegang obligasi. Sebab, Evergrande juga dijadwalkan untuk membayar bunga utang sebesar US$ 47,5 juta.

Apabila negosiasi tidak berjalan lancar atau pemerintah China tidak mengambil langkah antisipatif yang tepat guna mengisolasi risiko supaya tidak menyebar, maka gejolak di pasar sangat mungkin timbul lagi.

Minggu depan juga menjadi pertanda bulan September akan berakhir. Dengan begitu, kalender 2021 akan memasuki periode kuartal keempat. Sentimen yang berpotensi menggerakkan pasar adalah rilis data ekonomi berbagai negara.

Rilis data ekonomi tersebut antara lain adalah adalah data manufaktur dan inflasi. Kenaikan inflasi di berbagai belahan dunia membuat sikap bank sentral menjadi lebih hawkish.

Meskipun Bank Sentral AS atau The Fed belum menentukan kapan waktu untuk tapering, namun Gubernur The Fed Jerome Powell sudah memberi sinyal kalau tapering akan tetap dilakukan tahun ini.

Pelaku pasar memperkirakan The Fed akan mengumumkan tapering di bulan November dan mulai dilakukan sebulan berselang. Menariknya lagi, para anggota FOMC semakin banyak yang memperkirakan suku bunga acuan bisa dinaikkan tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular