Bursa Global Tertekan, IHSG Sesi 1 Berakhir di Zona Merah

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
13 September 2021 11:52
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali pekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersungkur ke zona merah di penutupan sesi pertama Senin (13/9/2021) mengikuti tren koreksi di pasar global.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di level 6.054,822 atau drop 40,05 poin (-0,67%) pada penutupan siang. Dibuka turun 0,18% ke 6.080,063, indeks acuan utama bursa ini konsisten di zona merah hingga menyentuh level terendah hariannya pada 6.052,97 beberapa menit jelang penutupan sesi 1.

IHSG hanya berada di level tertinggi 6.094,988 yang diraih beberapa detik pada pembukaan. Total perdagangan saham menipis menjadi Rp 5,3 triliun yang melibatkan 11,85 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 812.000-an kali.

Koreksi menimpa 261 saham, sementara 222 lainnya masih menguat, dan 163 sisanya flat. Investor asing masih mencetak penjualan bersih (net sell) senilai Rp 60,3 miliar.

Saham yang mereka lepas terutama adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dengan nilai penjualan bersih masing-masing Rp 36,1 miliar dan Rp 26,5 miliar. Kedua saham tersebut tertekan masing-masing sebesar 2% dan 1,2% menjadi Rp 6.075 dan Rp 4.030/saham.

Sebaliknya, aksi beli asing terutama menimpa saham berbasis pertumbuhan yakn iPT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 31,4 miliar dan Rp 26,4 miliar. Keduanya drop sebesar 1,5% dan 1,2% ke Rp 2.550 dan Rp 835/unit.

Dari sisi nilai transaksi, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) masih meraja dengan total nilai perdagangan Rp 338,1 miliar diikuti PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) senilai Rp 307,7 miliar dan PT Bank Jago Tbk (ARTO) senilai Rp 267,9 miliar.

Koreksi terjadi mengikuti tren global yang diawali dari pasar Amerika Serikat (AS) dengan koreksi di Wall Street pada Jumat pekan lalu. Aksi jual saham terjadi setelah inflasi Negeri Sam per Agustus melonjak melampaui ekspektasi pasar.

Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan inflasi di level produsen (producer price index/PPI) pada Agustus mencapai 8,3% secara tahunan (year-on-year/yoy) yang merupakan laju tercepat sejak November 2010. Padahal, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka 8,2%.

Inflasi yang tinggi memicu keyakinan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal melakukan pengetatan kebijakan ekstra longgar dengan tapering (pengurangan pembelian obligasi di pasar) lebih cepat tahun ini. Jika ini terkonfirmasi, likuiditas di pasar global berkurang dan berpotensi menekan pasar saham emerging market, termasuk Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Bank Diburu, IHSG Awet Menghijau Hingga Closing Sesi 1

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular