Investor Abaikan Sentimen Negatif, Yield SBN Kembali Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
09 September 2021 18:59
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada Kamis (9/9/2021), mengabaikan sentimen negatif pemulihan ekonomi global yang terindikasi melambat akibat penyebaran virus corona (Covid-19) varian delta.

Mayoritas investor kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan menguatnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor. Hanya SBN bertenor 1, 25, dan 30 tahun yang masih ramai diburu oleh investor dan mengalami pelemahan yield.

Yield SBN bertenor 1 tahun turun sebesar 2,2 basis poin (bp) ke level 3,221%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun juga turun 1,6 bp ke level 7,178%, dan yield SBN dengan jangka waktu 30 tahun melemah 1 bp ke level 6,796%. Yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan di pasar kembali menguat 4 bp ke level 6,191% pada hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Investor cenderung tidak memperdulikan kabar kurang baik dari dalam negeri, di mana Bank Indonesia (BI) merilis data penjualan ritel per Juli 2021 pada hari ini yang ternyata tumbuh negatif atau terkontraksi.

BI melaporkan penjualan ritel yang tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli 2021 berada di angka 188,5. Dibandingkan Juni 2021 yang saat itu mencetak kontraksi 12,8%, indeks penjualan ritel Juli yang turun 5% memang terhitung lebih mendingan.

Namun secara tahunan, angka indeks penjualan ritel Juli 2021 yang tercatat -2,9% justru memburuk sebab IPR Juni kemarin mencetak pertumbuhan tahunan sebesar 2,5%. Tradingeconomics semula memperkirakan akan ada pertumbuhan tahunan sebesar 3%.

Pada Agustus 2021, BI memperkirakan angka IPR bakal di angka 196,5 atau tumbuh 4,3% secara tahunan, tetapi terhitung masih minus secara tahunan. Data tersebut mencerminkan bahwa belanja ritel masyarakat belum sepenuhnya pulih mengingat pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) baru terjadi sebulan terakhir.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield surat utang acuan pemerintah AS (Treasury) terpantau kembali melemah pada perdagangan pagi hari ini waktu AS, di tengah kembali lemahnya data ketenagakerjaan dan kekhawatiran pasar terhadap prospek pertumbuhan ekonomi global akibat penyebaran varian delta.

Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury benchmark bertenor 10 tahun terpantau melemah sebesar 1,3 bp ke level 1,327% pada pukul 07:09 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Rabu (8/9/2021) kemarin di level 1,34%.

Kondisi anomali di pasar tenaga kerja AS di tengah pandemi virus corona (Covid-19) kembali terjadi setelah survei pembukaan lapangan kerja dan keluar-masuk pekerja di bursa kerja melampaui jumlah pengangguran, dengan selisih hingga lebih dari 2 juta.

Investor masih akan memantau klaim data pengangguran mingguan pada malam hari ini untuk melihat arah tenaga kerja. Ekonomi dalam polling Dow Jones mengekspektasikan 335.000 orang akan mengajukan klaim tunjangan pengangguran per pekan lalu, atau membaik dari pekan sebelumnya sebanyak 340.000.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular