Tapering Tapering Tapering...! Rupiah Lagi-Lagi Dibanting
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kemarin mengakhiri laju penguatan dalam 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan Kamis (9/9/2021), rupiah lagi-lagi dibanting. Penyebabnya, masih seputar tapering, tetapi kali ini tidak hanya bank sentral AS (The Fed) tetapi juga bank sentral lainnya.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melemah 0,15% ke Rp 14.270/US$. Sempat memangkas pelemahan hingga stagnan, rupiah pada akhirnya kembali masuk ke zona merah, bahkan semakin tebal menjadi 0,18% ke Rp 14.275/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Isu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) oleh The Fed sudah mengemuka dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan, ketua The Fed Jerome Powell mengkonfirmasi jika tapering akan tepat dilakukan di tahun ini, meski belum jelas bulan apa akan dimulai.
Pasar masih merespon positif hal tersebut, tetapi ketika beberapa bank sentral lainnya juga diisukan akan melakukan tapering pelaku pasar mulai was-was. Sebab, tapering artinya pengetatan kondisi moneter, penambahan likuiditas tidak akan sebesar sebelumnya. Di sisi lain, penyebaran virus corona varian delta dikhawatirkan akan menghambat laju pemulihan ekonomi.
Saat laju pemulihan terhambat, dan stimulus dikurangi, tentunya roda bisnis akan berjalan pelan. Bukannya membaik, perekonomian malah berisiko merosot lagi. Hal itu yang menjadi kecemasan pelaku pasar. Bursa saham global pun berguguran dalam beberapa hari terakhir.
Dalam kondisi tersebut, rupiah yang merupakan mata uang emerging market tidak diuntungkan. Dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi buruan pelaku pasar.
Selain The Fed, bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga diperkirakan akan melakukan tapering. Bank sentral pimpinan Christine Lagarde ini akan mengumumkan kebijakannya sore ini.
Survei yang dilakukan Reuters terhadap para analis menunjukkan ECB diperkirakan akan mengurangi nilai pembelian asetnya yang disebut Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) menjadi 60 miliar euro per bulan, dari sebelumnya 80 miliar euro. Kemudian di awal tahun depan tapering akan kembali diakukan, sebelum berakhir pada bulan Maret.
Meski demikian, ECB juga diperkirakan akan memberikan dukungan yang besar ke perekomian zona euro meski PEPP berakhir.
"Jika dewan gubernur ECB membahas pengurangan nilai pembelian obligasi di bawah PEPP, mereka juga akan memastikan melanjutkan stimulus dengan program pembelian aset konvensional," kata Daisuke Uno, kepala strategi di Sumitomo Mitsui Bank, sebagaimana dilansir CNBC International.
Sebelum ECB, bank sentral Australia (Reserve bank of Australia/RBA) sudah melakukannya di bulan ini. RBA melakukan QE pertama kali dalam sejarah sejak November 2020 lalu, dengan nilai AU$ 100 miliar, dan dilakukan dengan melakukan pembelian obligasi sebesar AU$ 5 miliar per pekan.
Program tersebut berakhir di bulan ini, jika tidak diperpanjang artinya selesai, tidak perlu ada tapering. Tetapi RBA mengumumkan memperpanjang QE tetapi nilainya dikurangi menjadi AU$ 4 miliar per pekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)