TINS Ramal Harga Timah di Atas US$ 30.000/ton, Ini Alasannya!

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
Rabu, 08/09/2021 14:08 WIB
Foto: Tambang PT Timah di Pemali, Pulau Bangka (REUTERS/Fransiska Nangoy)

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen emiten pertambangan timah BUMN, PT Timah Tbk (TINS) memperkirakan, harga timah akan berada di atas US$ 30.000/ton hingga akhir tahun ini seiring dengan permintaan logam timah yang terus meningkat.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko TINS, Wibisono mengakui, saat ini harga timah sedang mengalami penurunan ke level US$ 33.180/ton dari sebelumnya sempat menyentuh rekor tertinggi pada pertengahan Agustus di angka US$ 35.720/ton.

"Saat ini harga timah terjadi volatilitas terhadap harga karena adanya supply dan demand. LME mengalami penurunan, artinya ada permintaan dari end user atau konsumen. PT Timah meyakini, harga akan di level US$ ribu ke atas," ungkap Wibisono, dalam Public Expose Live 2021, Rabu (8/9/2021).


Wibisono mengungkapkan, stabilnya harga timah global pada 6 bulan pertama tahun ini membuat perseroan mencatatkan kenaikan laba bersih.

Tercatat, TINS membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 270,05 miliar sepanjang 6 bulan pertama 2021. Perolehan ini berkebalikan dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencatatkan kerugian sebesar Rp 390,07 miliar.

Meski pendapatan perseroan turun 27% dari Rp 8,03 triliun menjadi Rp 5,87 triliun, EBITDA melesat menjadi Rp 1,04 triliun dari sebelumnya Rp 348 miliar.

Beban pokok penjualan dan pendapatan juga turun menjadi Rp 4,74 triliun dari tahun sebelumnya Rp 7,81 triliun. Dengan demikian, emiten bersandi TINS ini mengantongi laba bruto Rp 1,12 triliun dari sebelumnya Rp 215,70 miliar.

Dari sisi produksi, perseroan tercatat membukukan produksi bijih timah sebesar 11.457 ton atau turun 54% dari tahun sebelumnya.

Produksi logam timah pada triwulan II tahun 2021 adalah sebesar 11.915 ton atau turun 57% dibandingkan tahun sebelumnya 27.833 ton. Sementara itu, penjualan logam timah pada triwulan II tahun 2021 sebesar 12.523 ton atau turun 60% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Wibisono mengungkapkan, terdapat empat faktor pendorong kinerja utama perseroan di semester pertama, menurut Wibisono adalah, peningkatan kinerja operasional anak perusahaan, efisiensi di seluruh lini operasional, implementasi strategi keuangan, khususnya menekan beban keuangan dan kenaikan harga logam timah yang signifikan di pasar komoditas.

Namun demikian, dalam jangka panjang, perseroan akan tetap tetap melakukan pengelolaan tambang yang efisien.

"Kita melakukan efisiensi baik dari sisi HPP [harga pokok penjualan] biaya administrasi, bagaimana biaya pinjaman/bunga bank turun signifikan," ujarnya.

Data Refinitiv mencatat, harga Timah global melanjutkan pelemahan pada perdagangan Selasa kemarin (7/9) menuju harga terendahnya sejak Agustus 2021.

Sebelumnya, harga timah mencapai rekor harga tertinggi sepanjang masa (all time high) pada 11 Agustus 2021 di US$ 35.720/ton.

Pada Selasa (7/9/2021) harga timah tercatat US$ 32.750/ton pada pukul 15:50 WIB, turun 0,29% dibanding posisi Senin lalu.


(tas/tas)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tarif Royalti Naik, Investasi ke Industri Timah Banyak Tertunda