
Ntap! Rupiah Catat Penguatan Terbesar dalam 3 Bukan Terakhir

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berlari makin kencang pada perdagangan terakhir bulan Agustus. Dolar Amerika Serikat (AS) yang masih mengalami tekanan membuat rupiah leluasa menguat, apalagi ditopang sentimen positif dari dalam negeri.
Pada pembukaan perdagangan Selasa (31/8/2021), rupiah langsung menguat ke 0,26% ke Rp 14.330/US$, melansir data Refinitiv. Penguatan rupiah sempat terpangkas hingga ke Rp 14.341/US$, setelahnya kembali melesat hingga 0,79% ke Rp 14.255/US$.
Di akhir perdagangan, rupiah berada di Rp 14.265/US$, menguat 0,72%. Level tersebut merupakan yang terkuat dalam 6 pekan terakhir, tepatnya sejak 17 Juni lalu. Penguatan hari ini juga merupakan yang terbesar dalam hampir 3 bulan terakhir, tepatnya sejak 6 Mei.
Selain itu, sepanjang Agustus rupiah mampu menguat 1,42%.
Dolar AS yang masih tertekan membuat rupiah leluasa untuk menguat sejak Senin kemarin. Tekanan bagi dolar AS datang setelah ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell menyatakan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) tepat dilakukan di tahun ini. Tetapi dalam pertemuan Jackson Hole tersebut, Powell juga menegaskan tapering tidak ada kaitannya dengan suku bunga.
Artinya setelah tapering selesai, bukan berarti suku bunga akan dinaikkan. Alhasil indeks dolar AS merosot 0,4% Jumat lalu, dan selama sepekan anjlok 0,87%. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini masih berlanjut melemah tipis 0,04% pada perdagangan Senin, tekanan terlihat mereda hari ini justru turun lagi 0,2% ke 92,479.
"Pasar masih mencerna pernyataan Powell terkait tapering, dan anda bisa melihat pasar sedikit bingung melihat yield Treasury yang tidak naik. Ke depannya akan tergantung data inflasi dan tenaga kerja," kata Edward Moya, analis pasar di OANDA New York, sebagaimana dilansir CNBC International Senin (30/8/2021).
Seperti diungkapkan Moya pasar kini menanti rilis data tenaga kerja yang merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter.
"Data tenaga kerja AS akan menjadi perhatian selanjutnya untuk melihat kemungkinan tapering The Fed. Data tenaga kerja yang bagus akan mendorong ekspektasi The Fed akan memberikan lebih banyak detail di bulan September, dan resmi mengumumkannya di bulan November," kata Yukio Ishizuki, ahli strategi di Daiwa Securities, sebagaimana dilansir Reuters.
Data tenaga kerja AS terdiri dari non-farm payrolls (NFP) atau penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian, yang diperkirakan sebanyak 750.000 orang di bulan Agustus. Kemudian tingkat pengangguran diprediksi turun menjadi 5,2% dari sebelumnya 5,4%. Selain itu ada juga rata-rata upah per jam.
Data tersebut akan dirilis pada Jumat pekan ini.
"Anda kemungkinan akan melihat banyak keraguan di pasar sebelum hari Jumat nanti," kata Moya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Kabar Baik dari Dalam Negeri, Rupiah Tunggu PMI dan Inflasi
Sementara itu, Pemerintah kembali memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 6 September mendatang.
Dalam konferensi persnya di Istana Merdeka kemarin petang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa PPKM level 3 untuk daerah Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya akan diperpanjang hingga 6 September 2021.
Lebih lanjut wilayah Malang Raya dan Solo Raya kini masuk PPKM level 3. Sementara itu untuk regional Semarang Raya berhasil turun ke PPKM level 2.
Sementara itu untuk Yogyakarta dan Bali dinyatakan masih berada dalam PPKM Level 4, tingkat pembatasan sosial tertinggi saat ini.
"Terdapat dua wilayah aglomerasi yang masih pada level 4, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali," ujar Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers virtual, Senin (30/8/2021).
Meski demikian, Luhut menegaskan kedua wilayah ini akan turun ke PPKM level 3 dalam beberapa hari ke depan. Hal itu karena adanya tren perbaikan penanganan Covid-19.
Secara keseluruhan, PPKM perlahan mulai turun level, dengan penyebaran penyakit akibat virus corona yang terus menurun, sehingga memberikan sentimen positif ke rupiah.
Selain itu di pekan ini rupiah juga menunggu data aktivitas manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) serta data inflasi.
ISH Markit akan melaporkan data PMI manufaktur bulan Agustus pada Rabu (1/9/2021). Di bulan Agustus pemerintah mulai melonggarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4, sehingga ada peluang aktivitas manufaktur akan membaik.
PMI manufaktur menggunakan angka 0 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, di atasnya berarti ekspansi. Pada bulan Juli lalu PMI ini jeblok ke level 40,1 dari bulan Juni 53,5.
Untuk inflasi akan dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) besok. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,03% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).
Sementara dibandingkan Agustus 2021 (year-on-year/yoy) terjadi inflasi 1,59%. Kemudian inflasi inti secara tahunan diperkirakan 1,3%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan
