
Aksi "Buang" Dolar AS Berlanjut, Rupiah Kok Melemah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah di awal perdagangan Kamis (26/8/2021), padahal aksi "buang" dolar AS sedang berlanjut. Hal tersebut tercermin dari terus menurunnya indeks dolar AS. Meski demikian, pelaku pasar juga berhati-hati jelang pertemuan Jackson Hole di Amerika Serikat besok.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,1%, dan sempat membengkak hingga 0,17% ke Rp 14.420/US$. Meski demikian, rupiah berhasil memangkas pelemahan hingga tersisa 0,03% saja di Rp 14.400/US$ pada pukul 9:20 WIB.
Indeks dolar AS kemarin melemah tipis 0,07%, tetapi sudah turun dalam 4 hari beruntun. Di 3 hari pekan ini saja indeks dolar AS sudah merosot 0,7%, padahal sepanjang pekan lalu melesat 1%. Artinya pelaku pasar mulai keluar lagi dari dolar AS.
Melesatnya indeks dolar AS pada pekan lalu terjadi setelah rilis risalah rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) menunjukkan peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan dilakukan di tahun ini.
Sebelum rilis risalah tersebut, ternyata pelaku pasar juga sudah mulai "kabur" dari dolar AS.
Hal tersebut terlihat dari merosotnya posisi spekulatif kontrak dolar AS. Berdasarkan data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC), pada pekan yang berakhir 17 Agustus, posisi beli bersih (net long) dolar AS tercatat sebesar US$ 1,06 miliar, merosot lebih dari 65% dari pekan sebelumnya sebesar US$ 3,08 miliar.
Net long tersebut merupakan posisi dolar AS melawan 6 mata uang utama, yakni euro, poundsterling, yen, franc, dolar Kanada dan dolar Australia.
Pertemuan Jackson Hole di Amerika Serikat yang akan diadakan pada Jumat nanti menjadi perhatian pelaku pasar sebab ketua The Fed, Jerome Powell, diperkirakan akan memberikan detail kapan dan bagaimana akan dilakukan.
"Kami pikir investor akan menunggu untuk mendengar tapering dari Jerome Powell pada hari Jumat, sebelum kembali masuk ke aset-aset berisiko lagi, dan menjual dolar AS," tulis ahli strategi dari ING dalam catatan kepada nasabahnya yang dikutip CNBC International, Selasa (24/8/2021).
Meski demikian, tetap saja ada peluang Powell menyampaikan tapering di tahun ini, yang membuat investor berhati-hati memegang rupiah. Maklum saja, saat tapering di tahun 2013 terjadi, aliran modal keluar dari Indonesia dan kembali ke Amerika Serikat, nilai tukar rupiah pun terpuruk.
Menguatnya isu tapering membuat Bank Indonesia melakukan stress test dengan menyiapkan sejumlah kebijakan, guna memitigasi adanya tekanan potensi di pasar keuangan tanah air. Hal tersebut diungkapkan Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti.
"Ke depan ada risiko rencana kebijakan pengurangan stimulus atau tapering oleh The Fed. Kita sepakat akan melakukan stress test simulasi antisipasi tapering," ujarnya dalam rapat bersama Banggar DPR, Rabu (25/8/2021).
Selain risiko tapering tersebut, stress test yang akan dilakukan oleh BI juga untuk mengantisipasi peningkatan varian Delta Covid-19 yang bisa memicu penurunan kepercayaan para investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
