
Tapering Dimulai Tahun Ini, Bursa Asia Ditutup Berjatuhan

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia ditutup berjatuhan pada penutupan perdagangan Kamis (19/8/2021), setelah investor merespons negatif rencana pengetatan likuiditas di pasar modal dalam kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).
Indeks Nikkei ditutup ambles 1,1% ke level 27.281,17, Hang Seng Hong Kong anjlok 2,13% ke 25.316,33, Shanghai Composite China melemah 0,57% ke 3.465,55, Straits Times Singapura ambrol 1,42% ke 3.086,97, KOSPI Korea Selatan ambruk 1,93% ke 3.097,83, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir longsor 2,06% ke 5.992,32.
Pelaku pasar di Asia khawatir dengan dimulainya pengetatan likuiditas pasar terkonfirmasi setelah risalah rapat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang diumumkan pada dini hari tadi waktu Asia.
Rapat para kolega bank sentral Negeri Paman Sam tersebut menunjukkan kebijakan tapering (pengurangan pembelian obligasi di pasar oleh bank sentral AS) berpeluang dimulai tahun ini, karena inflasi mencapai target dan pemulihan pasar tenaga kerja yang mendekati ekspektasi.
"Melihat ke depan, sebagian besar partisipan (Federal Open Market Committee/FOMC) mencatat bahwa selama pemulihan ekonomi secara luas sesuai dengan ekspektasi mereka, maka akan tepat untuk melakukan pengurangan nilai pembelian aset di tahun ini," tulis risalah tersebut.
Kebijakan untuk mencegah overheating ekonomi AS tersebut secara bersamaan bisa memicu capital outflow dari pasar modal negara berkembang, karena likuiditas yang selama ini diguyur ke pasar AS berkurang drastis sehingga pelaku pasar global tak memiliki kapasitas lebih untuk berinvestasi di aset berisiko tinggi seperti saham negara berkembang (emerging market).
Hanya saja, pejabat The Fed sejauh ini menekankan bahwa tapering tak akan serta-merta diikuti pengetatan pasokan uang beredar melalui penaikan suku bunga acuan.
Selain itu, kembali diperketatnya pengawasan peraturannya pada sektor teknologi di China juga turut memperberat pergerakan bursa Asia, terkhusus di kawasan China pada hari ini.
Platform internet China harus menindak pihak yang menyebarkan rumor online dan menjaga "bidang tanggung jawab" mereka.
Pada Rabu (18/8/2021) kemarin, Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China menegur setidaknya 43 aplikasi terkait karena melanggar aturan transfer data.
Daftar tersebut termasuk aplikasi e-reading yang dimiliki oleh Alibaba, WeChat Tencent, serta perusahaan lainnya yang dikelola oleh raksasa perjalanan Trip.com, dan streamer video, iQiyi.
Alhasil, saham raksasa teknologi China Alibaba ambruk hingga 5,5% ke harga rekor terendahnya di 162 per saham. Sedangkan saham Tencent ambrol 3,4%, setelah sempat melesat 3,3% di awal sesi perdagangan hari ini, menyusul prospek laba kuartalan yang optimis.
"Industri internet di kawasan China harus bersiap untuk menghadapi lebih banyak peraturan dan ketidakpastian, dan Beijing pada akhirnya ingin menempa jalur berkelanjutan dalam jangka panjang untuk sektor ini," kata Tencent dalam panggilan telepon, dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
