Bursa Saham Asia Berbalik Drop, tapi STI & IHSG Tetap Hijau!

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
12 August 2021 17:08
STI
Foto: Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham Asia yang sebelumnya dibuka di zona hijau, akhirnya ditutup melemah pada perdagangan Kamis (12/8/2021).

Koreksi ini terjadi di tengah sikap investor yang kembali khawatir dengan perlambatan ekonomi China akibat kembali melonjaknya kasus harian baru virus corona (Covid-19) di kawasan tersebut karena penyebaran varian Delta.

Indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,2% ke level 28.015,02, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,53% ke 26.517,82, Shanghai Composite China turun 0,22% ke 3.524,74, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,38% ke 3.208,38.

Sementara untuk indeks Straits Times Singapura dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau pada hari ini. Indeks Straits Times ditutup naik tipis 0,09% ke posisi 3.182,80 dan IHSG berakhir melesat 0,84% ke 6.139,65.

IHSG berakhir melesat karena pelaku pasar di Indonesia cenderung mengakumulasikan sentimen positif yang tertunda di saat Indonesia sedang libur nasional kemarin memperingati Hari Tahun Baru 1 Muharram 1443 Hijriah.

Namun, pelaku pasar Asia pada hari ini cenderung kembali khawatir dengan melonjaknya kasus harian baru virus corona (Covid-19) di kawasan Asia karena penyebaran varian Delta. Hal ini membuat perekonomian China dapat melambat kembali pada kuartal III-2021.

Kekhawatiran investor pun kembali terjadi setelah Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memperingatkan bahwa kasus Covid-19 global dapat melewati 300 juta pada awal tahun depan, jika kondisi pandemi seperti saat ini masih belum dapat dibendung.

Proyeksi itu muncul hanya seminggu setelah WHO melaporkan 200 juta kasus Covid-19 di seluruh dunia dan enam bulan setelah kasus Covid-19 dunia mencapai 100 juta kasus.

Sementara itu dari Korea Selatan, Menteri Kesehatan melaporkan rekor harian baru Covid-19 lebih dari 2.200 kasus, berdasarkan laporan dari Reuters.

Alhasil, investor cenderung memburu surat utang pemerintah di masing-masing negara Asia. Namun, sebagian besar investor global cenderung memburu surat utang pemerintah negara berkembang, di tengah sinyal bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menunda pengurangan pembelian obligasi di pasar (kebijakan tapering).

Di tengah likuiditas yang berlebih akibat kebijakan The Fed seperti sekarang, pemodal pun memiliki amunisi untuk memburu surat utang negara berkembang terutama di tengah masih sumirnya prospek pemulihan ekonomi karena penyebaran virus Covid-19 varian Delta.

Sementara itu, kontrak berjangka (futures) indeks bursa saham Amerika Serikat (AS) juga cenderung flat di sesi awal pra-pembukaan, setelah kemarin Wall Street mencatat reli indeks Dow Jones Industrial Average dan S&P 500.

Data inflasi Negeri Paman Sam yang tergambarkan pada Indeks Harga Konsumen (IHK) AS per Juli naik 5,4% (tahunan), atau sedikit di atas proyeksi ekonom dalam survey Dow Jones yang memperkirakan angka 5,3%. Inflasi bulanan di level 0,5% atau sesuai ekspektasi pasar.

Namun, inflasi inti-yang mengecualikan komponen barang yang harganya volatil seperti energi dan makanan-naik 0,3% (bulanan) atau masih lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 0,4%, Secara tahunan, inflasi inti Juli tercatat sebesar 4,3%.

Data IHK menjadi acuan The Fed. Inflasi yang moderat ini menunjukkan bahwa inflasi masih bersifat transisional dan pemulihan ekonomi masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular