Setelah Kemarin Naik 2%, Kini Harga Minyak Loyo Lagi

adf, CNBC Indonesia
Rabu, 11/08/2021 12:35 WIB
Foto: Ilustrasi: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 asli Edwin Drake yang meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. REUTERS / Brendan McDermid / File Foto

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia kembali terkoreksi hari ini, Rabu (11/8/2021), seiring investor tampaknya mulai melakukan aksi jual setelah kemarin harganya sempat melesat lebih dari 2%.

Pada Rabu (11/8/2021) pukul 11.44 WIB, harga kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent berada di US$ 70,47/barel, turun 0,23% dari hari sebelumnya. Sementara, harga minyak jenis light sweet (WTI) terkoreksi 0,40% ke US$68,02/barel.

Kemarin harga kedua jenis minyak tersebut naik masing-masing sebesar 2,30% dan 2,72%.


Pada Jumat pekan lalu dan Senin minggu ini harga minyak sempat turun lumayan dalam. Harga Brent ambles 2,35% dan light sweet jatuh 2,64%.

Selama dua hari tersebut, Brent ambrol 3,16% dan light sweet rontok 3,78%.

Melansir Refiniv, harga minyak internasional masih berada di bawah tekanan bulan ini, mencatatkan penurunan lebih dari 7%, seiring adanya kekhawatiran terkait melemahnya permintaan karena peningkatan penularan virus Covid-19 varian Delta.

Selain itu, penutupan sebagian mobilitas di China dan negara-negara tetangga dan penguatan nilai tukar dolar AS juga turut membebani harga minyak akhir-akhir ini.

"Kegelisahan seputar permintaan minyak berlanjut dengan percepatan penyebaran virus corona, terutama di China dan dalam menghadapi penguatan dolar, ketika pihak berwenang di Beijing mengumumkan bahwa kota itu akan membatalkan pameran dan acara pada Agustus. Ini meningkatkan kegugupan karena khawatir negara lain akan melanjutkan tindakan serupa yang menyebabkan terhentinya perjalanan dan permintaan energi," kata Ana Azuara, Analis Komoditas di Banco Base kepada Reuters.

Dia mencatat bahwa penguatan dolar juga mengurangi permintaan komoditas, seperti minyak, dengan membuat minyak menjadi kurang dapat diakses oleh investor yang memiliki mata uang lain.

"Penguatan mata uang AS bertentangan dengan ekspektasi bahwa Federal Reserve dapat mengurangi stimulus moneternya lebih cepat dari yang diharapkan," katanya.

Sementara itu, Norbert Rücker, Direktur Ekonomi dan Penelitian di Next Generation, di Julius Baer, mengatakan, "Kemunduran penanganan pandemi di Asia dan meningkatnya penghindaran risiko di pasar menekan harga minyak selama beberapa hari terakhir."

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Minyak Meroket 10% Pasca Israel Serang Iran