Rupiah Cuma Drop Tipis, Saat Dolar AS Ngamuk karena Dibuang

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 August 2021 09:40
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) bangkit dari tekanan dan mengamuk sejak Jumat malam pekan lalu, meski demikian, rupiah hanya melemah tipis di awal perdagangan Senin (9/8/2021). Artinya, rupiah cukup kuat menahan tekanan dari eksternal.

Melansir dara Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,07% ke Rp 14.360/US$. Setelahnya, rupiah sempat stagnan di Rp 14.350/US$. Tetapi, rupiah kembali melemah 0,1% ke Rp 14.365/US$ pada pukul 9:10 WIB.

Pasca pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) Kamis (29/7/2021) lalu, dolar AS sebenarnya mengalami tekanan. Sebabnya, The Fed memberikan sinyal tidak akan melakukan tapering di tahun ini.

Setelahnya rilis dara produk domestik bruto (PDB) dan inflasi AS dilaporkan lebih rendah dari prediksi. Dolar AS pun terpuruk.

Namun, spekulasi tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) kembali muncul pada pekan lalu akibat pernyataan wakil ketua The Fed, Richard Clarida, yang berbicara dalam sebuah acara dengan tema Outlooks, Outcomes, dan Prospects for U.S. Monetary Policy" yang diadakan oleh Peterson Institute for International Economics.

Dalam acara tersebut Clarida mengindikasikan tapering bisa dilakukan di tahun ini, dan suku bunga akan dinaikkan pada awal 2023.

"Anda duduk di sini dan melihat inflasi sudah jauh di atas target dan pasar ketenagakerjaan terus membaik menuju level pra-pandemi. Menurut saya, ini terdengar seperti kami harus bersiap," kata Richard Clarida, Wakil Ketua The Fed, dalam wawancara bersama Washington Post.

Pernyataan Clarida kemudian didukung rilis data tenaga kerja AS yang menunjukkan perbaikan lebih lanjut. Departemen Tenaga Kerja AS Jumat lalu melaporkan sepanjang bulan Juli perekonomian AS mampu menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) sebanyak 943.000 orang, lebih tinggi dari hasil polling Reuters 880.000 orang.

Sementara tingkat pengangguran juga turun menjadi 5,4% dari bulan Juni 5,9%, dan lebih tajam dari prediksi 5,7%. Selain itu, rata-rata upah per jam juga mencatat pertumbuhan 0,4% dari bulan sebelumnya.

Pasca rilis data tersebut dolar AS langsung melesat 0,6%, dan pagi ini berlanjut menguat 0,1% pagi ini.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Ini Yang Membuat Rupiah Masih Kuat

Aliran modal yang masuk ke dalam negeri menjadi penopang rupiah. Sejak bank sentral AS (The Fed) mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (29/8/2021) dini hari waktu Indonesia, aliran modal deras masuk ke pasar obligasi. Sebabnya, The Fed memberikan indikasi tapering tidak akan dilakukan di tahun ini.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan sejak Kamis (29/8/2021) hingga Kamis pekan lalu di pasar obligasi aliran modal asing tercatat masuk sekitar Rp 12,34 triliun.

Hal tersebut terlihat dari kepemilikan asing yang naik menjadi Rp 966,7 triliun, dari posisi Rabu pekan lalu sebesar Rp 964,07 triliun.

Kemudian di pasar primer, penawaran yang masuk (incoming bids) dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan pemerintah kemarin sebesar Rp 107,8 triliun, lebih tinggi dari lelang sebelumnya Rp 95,6 triliun, sekaligus menjadi rekor tertinggi kedua sepanjang sejarah penerbitan SUN.

Dari incoming bids tersebut, yang dimenangkan oleh pemerintah sebesar Rp 34 triliun, lebih tinggi dari target indikatif Rp 33 triliun.

Selain itu, tingkat partisipasi investor asing juga meningkat di lelang kemarin, yakni sebesar 11,6% dari sebelumnya 7,6%. Tingginya minat terhadap obligasi Indonesia menjadi indikasi adanya aliran modal masuk ke dalam negeri, rupiah pun perkasa.

Selain itu, pada pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh impresif pada kuartal II-2021. Output ekonomi yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 7,07% dibandingkan kuartal II-2020 (year-on-year/yoy). Lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar 6,5%.

Ini merupakan pertumbuhan PDB pertama setelah mengalami kontraksi selama 4 kuartal beruntun, artinya Indonesia sah keluar dari resesi.

Kemudian Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa per akhir Juli sebesar US$ 137,3 miliar, naik dari bulan sebelumnya US$ 137,1 miliar atau sekitar US$ 200 juta.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Jumat (6/8/2021).

Dalam 2 bulan beruntun total cadev naik sebesar US$ 900 juta, sementara di bulan Mei jeblok US$ 2,4 miliar. Bulan sebelumnya cadev mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 138,8 miliar, kemudian jeblok hingga ke US$ 136,4 miliar yang merupakan posisi terendah di tahun ini.

Peningkatan cadangan devisa bisa memberikan sentimen positif ke rupiah, sebab BI memiliki lebih banyak amunisi untuk menstabilkan Mata Uang Garuda ketika mengalami gejolak.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular