
Diterpa Profit Taking, IHSG Ditutup Merah di Sesi 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik melemah pada perdagangan sesi pertama Jumat (6/8/2021), di tengah aksi ambil untung pemodal asing menyusul reli bursa nasional selama 4 hari beruntun sejak awal pekan.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di level 6.197,03 atau tertekan 8,4 poin (-0,1%). Dibuka naik 0,3% ke 6.223,834, indeks acuan utama bursa ini sebenarnya sempat menguat hingga menyentuh level tertinggi hariannya di 6.263,539 beberapa menit setelah pembukaan.
Namun setelah itu, IHSG berbalik tertekan hingga menyentuh zona merah sekitar pukul 09:30 WIB, dengan level terendahnya pada 6.190,857 jelang pukul 11:00 WIB. Sebanyak 253 saham melemah, 208 lain menguat, dan 1574 sisanya flat.
Nilai transaksi bursa masih lumayan tinggi di kisaran Rp 9 triliun yang melibatkan 17 miliaran saham dalam transaksi sebanyak 1 jutaan kali. Mayoritas investor asing hari ini memilih mengambil posisi jual, sehingga mencetak penjualan bersih (net sell) Rp 304,7 miliar.
Aksi ambil untung, terutama oleh investor asing, terjadi pada saham BUKA dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai penjualan masing-masing sebesar Rp 249,2 miliar dan Rp 80,8 miliar. Keduanya bergerak berlawanan arah, dengan reli BUKA sebesar 24,7% ke Rp 1.060 sedangkan BBRI drop nyaris 3% ke Rp 3.930/unit.
Sebaliknya, saham yang mereka diburu adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan nilai pembelian masing-masing sebesar Rp 16,7 miliar dan Rp 11,7 miliar. Saham BMRI tertekan 0,8% ke Rp 6.000/saham sedangkan PGAS menguat 0,49% ke Rp 1.020/unit.
Saham bank digital memimpin dari sisi nilai transaksi, yakni PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) dan PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP), dengan nilai perdagangan masing-masing Rp 778,3 miliar dan Rp 617,5 miliar. Keduanya bergerak di jalur hijau dengan reli BBYB 4,6% menjadi Rp 1.580/saham sedangkan BABP lompat 16,35% ke Rp 605/saham.
Sentimen cadangan devisa Juni yang tercatat US$ 137,09 miliar tidak mampu membantu sentimen pasar, karena masih di bawah konsensus Trading Economics yang memperkirakan angka US$ 138 miliar.
Apalagi, pemicu kenaikan cadangan devisa tidak bersifat fundamental melainkan karena secara teknis pemerintah menerbitkan surat utang dalam mata uang asing. Pada 28 Juli 2021, pemerintah melepas obligasi global senilai US$ 1,65 miliar dan €500 juta.
Sementara itu, dari Amerika Serikat (AS) pejabat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) semakin terang-terangan menyebut sudah saatnya mengurangi 'dosis' stimulus moneter, alias tapering. Namun, ketakpastian masih membayang karena tak ada jadwal yang diumumkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Bank Diburu, IHSG Awet Menghijau Hingga Closing Sesi 1