Soal Donasi Akidi Tio Rp 2 T, Mahfud Ngaku Sejak Awal Sangsi
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md memberikan komentar di akun Twitternya berkaitan dengan sumbangan fantastis untuk penanganan Covid-19 senilai Rp 2 triliun dari keluarga pengusaha mendiang Akidi Tio yang mulai dipersoalkan karena dananya belum ketahuan.
"Kita tunggu realisasinya dengan rasional. Saya juga pernah menulis ada orang-orang yang minta difasilitasi untuk menggali harta karun dan lain-lain yang akan disumbangkan ke negara. Tapi tidak bisa divalidasi," jelas Mahfud, dalam cuitan di akun Twitter, @mohmahfudmd, dikutip Selasa (3/8/2021).
Mantan Mahkamah Konstitusi ini pun menceritakan pengalamannya saat masih menjabat Menteri Pertahanan Indonesia ke-21 periode Agustus 2000-Juli 2001 yang juga bersinggungan dengan soal ini. Saat itu ada juga orang yang mengaku ingin mendonasikan dana ke Indonesia, tapi tak jelas.
"Waktu saya Menhan ada orang mengaku punya sekoper uang dolar Amerika yang nilai per lembarnya 1.000 dolar. Ketika say tanya ke Bank Indonesia, diketawain karena AS hanya mencetak lembaran uang paling tinggi 100 dollr AS. Ada juga yang minta dibantu menggali harta karun tapi tak jelas. Semoga yang Akidi Tio ini nyata," kata Mahfud.
Mahfud juga mengaku sejak awal tak yakin akan sumbangan Rp 2 triliun yang diberikan pihak Akidi Tio. Dia menyebut modus yang dilakukan pihak Akidi Tio sama dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
"Terkait Akidi Tio saya sejak awal sudah tak yakin itu ada karena petualang seperti itu sudah banyak memberi pelajaran pada kita. Makanya ketika saya mencuit 'Mudah-mudahan itu nyata' saya justru sama sekali tak berharap itu ada, tapi saya nyindir kepada yang percaya dengan itu," kata Mahfud kepada wartawan, dilansir Detiknews, Senin (2/8/2021).
Menurut dia, apa yang dilakukan pihak Akidi Tio sama dengan fenomena yang menarik banyak perhatian masyarakat sebelumnya. Beragam fenomena itu, menurut Mahfud, hanya bohong belaka.
"Sejak dulu banyak orang yang seperti itu, mengaku mau menyumbang, bisa menggali uang dengan kesaktian secara ajaib, bisa menemukan obat untuk 1.000 penyakit, tapi semua bohong. Saya mendukung Hamid Awaluddin yang tak mau percaya begitu saja dengan sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio itu. Makanya saya berbagi pengalaman di cuitan saya itu," ujarnya.
Mahfud bercerita bahwa pernah ada orang mengaku menemukan harta karun peninggalan Majapahit, tapi tak jelas asal-usulnya. Lalu, ada yang menunjukkan sertifikat pengakuan utang miliaran dolar AS kepada Presiden Sukarno oleh sebuah bank di Swiss bertahun 1962.
Kemudian diminta dicarterkan pesawat dan hotel selama seminggu untuk mencairkan uang itu bersama 5 orang. Namun, setelah dicek, bank tersebut tidak ada.
"Sejak awal saya tak percaya pada berita Akidi Tio itu karena sama modus bohongnya dengan yang sudah-sudah. Saya juga sudah bertanya kepada Gubernur Sumsel Pak Herman Daru. Ternyata gubernur juga hanya diundang seremoni sebagai Forkompimda secara dadakan, tapi tak ada penyerahan barang atau dokumen apa pun," ucapnya.
Pada Senin kemarin (2/8), donasi dengan nilai fantastis Rp 2 triliun ramai lagi di publik setelah diselidiki oleh aparat karena dananya belum ada. Awalnya dana ini akan disumbangkan untuk penanganan Covid-19 lewat Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel), Irjen Eko Indra Heri dan diumumkan Senin sebelumnya (26/7).
Namun, setelah sepekan berlaku, pada Senin kemarin (2/8), donasi fantastis itu pun tengah diselidiki oleh aparat.
Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) bahkan disebut sudah menetapkan Heriyanti, anak mendiang Akidi Tio, sebagai tersangka karena dianggap menyiarkan kabar tidak pasti mengenai pemberian bantuan sebesar Rp 2 triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumsel--kendati status tersangka ini pun dibantah.
Adalah Direktur Intelkam Polda Sumsel Komisaris Besar Ratno Kuncoro yang pertama kali menyebutkan status tersangka tersebut. Dia bahkan mengatakan Polda Sulsel menggunakan pasal penghinaan negara dan penyiaran berita tidak pasti untuk menjerat Heriyanti.
"Sekarang tersangka masih diperiksa, statusnya saat ini sudah tersangka karena kita sudah mengumpulkan alat bukti yang cukup," ujar Ratno, Senin (2/8), dilansir CNNIndonesia.
"Akan kita kenakan UU nomor 1 tahun 1946, pasal 15 dan 16. Ancaman (pidana) di atas 10 tahun karena telah membuat kegaduhan," ujarnya.
Namun tak berselang lama, pernyataan Kombes Ratno Kuncoro pun langsung dibantah oleh pihak Polda Sumsel di hari yang sama.
Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Supriadi, kemudian menyampaikan pernyataan berbeda.
"Statusnya saat ini masih proses pemeriksaan. Belum (tersangka) " kata Kombes Supriadi, menjawab pernyataan soal Dirintel Polda Sumsel yang menyebut Heriyanti sudah menjadi tersangka di Mapolda Sumsel, Senin (2/8/2021), dilansir Detiknews.
Dia kemudian menjelaskan keperluan Heriyanti datang ke Polda Sumsel. Menurutnya, Heriyanti datang untuk menjelaskan soal bilyet giro terkait pencairan dana Rp 2 triliun itu.
"Ini kan direncanakan akan diserahkan melalui bilyet giro. Sehingga pada waktunya, bilyet giro ini belum bisa dicairkan. Kenapa? Karena ada teknis yang harus diselesaikan," ucapnya.
(tas/tas)