Sektor Manufaktur 'Dimakan' Corona, Rupiah Kurang Tenaga

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 August 2021 09:41
Ilustrasi Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (2/8/2021), tetapi tidak lama langsung kembali stagnan. Dolar AS yang sedang tertekan memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat, tetapi sayangnya sektor manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi membuat rupiah tak bertenaga.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,03% ke Rp 14.455/US$. Sempat menambah sedikit penguatan ke Rp 14.450/US$, rupiah kemudian berbalik melemah 0,07% di Rp 14.470/US$ pada pukul 9:23 WIB. 

Dolar AS sedang tertekan sejak pekan lalu. Indeks dolar AS pagi ini melemah 0,1% setelah merosot 0,8% sepanjang pekan lalu. Penyebabnya bank sentral AS (The Fed) yang masih belum memberikan kejelasan kapan waktu tapering.

The Fed melihat perekonomian AS semakin kuat, tapi masih perlu melihat kemajuan substansial lebih lanjut, khususnya untuk pasar tenaga kerja dan inflasi, sebelum memulai tapering.

"Kami menggunakan pendekatan yang setransparan mungkin. Kita belum mencapai kemajuan substabsial lebih lanjut," kata ketua The Fed, Jerome Powell, sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis (29/7/2021).

Sementara itu untuk pasar tenaga kerja, Powell mengatakan masih perlu lebih kuat lagi, sebelum memulai tapering.

"Saya ingin melihat pasar tenaga kerja lebih kuat lagi dalam beberapa bulan ke depan sebelum memulai mengurangi QE yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan," kata Powell.

Data tenaga kerja AS akan dirilis Jumat pekan ini, beberapa data lain sebelumnya menunjukkan pelemahan di pasar tenaga kerja. 

Selain itu pada pekan lalu, rilis data pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam juga mengecewakan. Departemen Perdagangan AS melaporkan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 6,5% di kuartal II, sedikit lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya 6,3%, tetapi jauh di bawah estimasi Dow Jones sebesar 8,4%.

Selanjutnya, inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) di bulan Juni dilaporkan melesat 3,5% (year-on-year/YoY), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 3,4% YoY, tetapi di bawah hasil polling Reuters sebesar 3,7%.

Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun Juli 1991.

Inflasi PCE yang merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter, rilis yang lebih rendah dari ekspektasi, plus PDB yang juga lebih rendah dari prediksi membuat spekulasi tapering tidak akan dilakukan di tahun ini semakin menguat. Hal tersebut tentunya akan menekan dolar AS, dan pagi ini sudah turun lagi 0,1%.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Sektor Manufaktur Merosot, Pelaku Pasar Tunggu Nasib PPKM Level 4

Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilakukan bulan Juli hingga saat ini berdampak signifikan terhadap sektor manufaktur Indonesia.

ISH Markit melaporkan aktivitas manufakatur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) merosot ke level 40,1 dari sebelumnya 53,4. Ini merupakan kali pertama PMI manufaktur mengalami kontraksi setelah sebelumnya berekspansi dalam 8 bulan beruntun.

"Peningkatan kasus Covid-19 menyebabkan pemerintah harus menerapkan PPKM yang membatasi mobilitas masyarakat. Efek dari kebijakan ini terjadi di sisi permintaan, produksi, dan tenaga kerja," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

"Gelombang serangan kedua Covid-19 telah memukul sektor manufaktur Indonesia. Selain gangguan produksi dan permintaan, dunia usaha juga mengalami hambatan dalam mendatangkan bahan baku. Ketidakpastian yang meningkat juga membuat dunia usaha untuk mengurangi pekerja dengan laju tercepat sejak Juni 2020, meski banyak yang menilai ini hanya sementara karena penerapan PPKM," sebut Jingyi Pan, Economics Associate Director di IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Selain itu, pelaku pasar hari ini akan menanti apakah PPKM level 4 di perpanjang lagi dengan pelonggaran lebih lanjut atau tanpa pelonggaran.

Pelonggaran pertama dilakukan berlaku mulai 26 Juli 2021 lalu hingga hari ini (2/8/2021). Sejak pelonggaran tersebut hingga Minggu kemarin rata-rata penambahan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) sebanyak 39.133 orang per hari, turun dari rata-rata 7 hari sebelumnya 41.289 orang per hari.

Selain itu, mobilitas warga dengan berkendara selama pelonggaran tersebut juga menunjukkan penurunan tipis, yang tentunya menjadi kabar baik, setidaknya dilihiat dari disiplin masyarakat. Data dari Apple Mobility Index menujukkan pada periode 26 sampai 30 Juli, rara-rata mobilitas dengan mengemudi sebesar 81,63, turun dari rata-rata 5 hari sebelumnya 83,87.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular