Kode Alam! Bursa Asia Mayoritas Hijau, Bisa Menular ke IHSG
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia kembali dibuka menguat pada perdagangan Kamis (22/7/2021), seiring kembali menguatnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Rabu (21/7/2021) kemarin.
Tercatat indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melesat 0,89%, Straits Times Singapura menguat 0,61%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,33%.
Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China pada pagi hari ini dibuka turun tipis 0,03%.
Sementara untuk pasar saham Jepang pada hari ini ditutup karena sedang libur nasional memperingati Hari Umi no Hi atau Hari Laut. Libur nasional di Jepang akan berlangsung selama dua hari.
Terkait perkembangan pandemi virus corona (Covid-19) di Asia, kekhawatiran investor masih terus membayangi di pasar saham Asia pada hari ini. Di Indonesia, rekor tingkat kematian akibat Covid-19 masih terjadi hingga kini, berdasarkan laporan dari Reuters.
Sementara itu dari pasar mata uang digital, harga Bitcoin akhirnya kembali rebound setelah selama tiga hari beruntun jatuh ke kisaran level US$ 30.000, bahkan sempat melemah ke kisaran level US$ 29.000.
Beralih ke AS, bursa saham New York (Wall Street) kembali ditutup menghijau pada perdagangan Rabu waktu setempat.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 0,83% ke level 34.798, S&P 500 bertambah 0,82% ke 4.358,69, dan Nasdaq Composite melonjak 0,92% ke posisi 14.631,95.
Saham yang akan diuntungkan dari pemulihan ekonomi berbalik menguat, di antaranya saham sektor energi setelah harga minyak mentah dunia berbalik menguat melewati level US$ 70/barel.
Sementara saham telekomunikasi AS Verizon menguat 2%, setelah melaporkan kinerja keuangan yang melampaui estimasi pasar.
Sejauh ini menurut pantauan FactSet, 85% konstituen indeks S&P 500 yang telah merilis laporan keuangan kuartal III-2021 mencetak kinerja yang melampaui ekspektasi pasar.
Sebagian pelaku pasar menilai Wall Street sedang memasuki periode volatil, yang berpeluang memicu koreksi lebih dalam. Salah satu faktor yang mereka cemaskan adalah mengenai inflasi yang sudah meroket 5% lebih Juni kemarin, sementara kasus Covid-19 merangkak naik kembali.
"Selasa lalu adalah contoh aksi beli akibat jenuh jual menyusul amblesnya saham pada Senin," tutur Thomas Essaye dari Sevens Report Research, sebagaimana dikutip CNBC International.
Dia menilai saham siklikal bisa memimpin reli jika imbal hasil sudah menyentuh dasar sehingga cenderung menguat dan pertumbuhan ekonomi melampaui ekspektasi.
Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) kembali naik sebesar 8 basis poin (bp) ke level 1,29% pada Rabu waktu setempat, setelah sebelumnya sempat turun ke level terendahnya dalam lima bulan terakhir, yakni di level 1,17% pada awal pekan ini, yang juga menyebabkan investor melepas ekuitas.
Yield terkoreksi (mengindikasikan bahwa harga sedang menguat karena aksi beli) di tengah inflasi yang sedang tinggi. Padahal, obligasi adalah aset minim risiko (safe haven) yang umumnya hanya diborong ketika inflasi rendah, atau investor sedang cemas.
Di lain sisi, investor akan mengamati angka klaim pengangguran mingguan dari Departemen Tenaga Kerja pada hari ini.
Ekonom dalam polling Dow Jones memperkirakan jumlah pengajuan pertama kali menjadi 350.000, turun dari pembacaan sebelumnya 360.000.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)