
Harga Kripto Terus Longsor, Makin Panik Ga Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas mata uang kripto (cryptocurrency) kembali diperdagangkan di zona merah pada perdagangan Rabu (21/7/2021) pagi waktu Indonesia, melanjutkan pelemahan yang telah tercipta sejak perdagangan Senin (19/7/2021).
Berdasarkan data dari CoinMarketCap pukul 09:15 WIB, dari enam kripto berkapitalisasi terbesar non-stablecoin, hanya satu kripto yang berhasil rebound, yakni Dogecoin.
Koin digital 'meme', Dogecoin terpantau menguat 1,79% ke level harga US$ 0,1737 per koin atau setara dengan Rp 2.519 per koinnya (asumsi kurs Rp 14.500/US$).
Sedangkan sisanya masih bergerak di zona merah pada hari ini. Koin digital terbesar, yakni Bitcoin ambles 2,59% ke level US$ 29.803,90/koin atau setara dengan Rp 432.156.550/koin, Ethereum turun tipis 0,06% ke US$ 1.786,94/koin (Rp 25.910.630/koin).
Selanjutnya Binance Coin ambruk 2,65% ke US$ 266,41/koin (Rp 3.862.945/koin), Cardano anjlok 3,8% ke US$ 1,06/koin (Rp 15.370/koin), dan Ripple merosot 2,44% ke US$ 0,5292/koin (Rp 2.519/koin).
Pada pagi hari ini, Bitcoin kembali menembus level psikolgis di US$ 29.000. Namun masih lebih baik dari level psikologis yang sama pada awal Januari 2021 lalu.
Dalam 3 bulan terakhir, pergerakan Bitcoin cenderung stagnan dan membuat investor cemas akan kembali terjadinya musim dingin kripto atau crypto winter.
Crypto winter adalah periode stagnansi di kripto yang terjadi cenderung dalam waktu yang panjang. Crypto winter pernah dialami Bitcoin pada 2018 lalu, ketika ambrol harganya lebih dari 70%, kemudian stagnan cenderung menurun hingga April 2019.
![]() |
Pasar kripto sudah melemah sejak Senin (19/7/2021) lalu, karena investor masih melakukan aksi jual (profit taking) di aset koin digital. Aksi jual masih terjadi karena selera investor di aset berisiko masih cenderung belum pulih, walaupun di pasar saham investor mulai kembali memburu.
Investor yang kembali memburu pasar saham global karena saat ini perusahaan-perusahaan sedang merilis laporan keuangannya pada kuartal kedua tahun 2021, di mana investor berharap laporan keuangan perusahaan akan tumbuh lebih baik dan berpengaruh ke pergerakan sahamnya.
Selain itu, minat investor di kripto yang masih kurang 'greget' diakibatkan oleh Lonjakan kasus positif virus corona varian delta menjadi pemicu aksi jual di aset berisiko. Maklum saja, di tengah vaksinasi yang semakin gencar dilakukan, kasus virus corona delta juga ikut meningkat, termasuk di Amerika Serikat.
Hal tersebut memicu kecemasan akan terjadinya stagflasi, atau perekonomian yang melambat tetapi inflasi tinggi.
"Ketakutan akan stagflasi menjadi kekhawatiran utama investor ketika kasus Covid-19 melonjak dan membuat perekonomian melambat sementara inflasi tetap menanjak," kata Peter Essele, kepala manajemen investasi di Commonwealth Financial Network, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (19/7/2021).
Tetapi, tidak hanya itu yang membuat Bitcoin dan mata uang kripto lainnya ambrol. Sikap tegas pemerintah di beberapa negara, khususnya China melarang kegiatan terkait mata uang kripto menjadi pemicu utamanya.
"Semua sinyal merah sebab Bitcoin terus tertekan akibat kebijakan dari China dan memburuknya kondisi ekonomi global akibat melonjaknya kasus virus corona," kata Jehan Chu, pendiri Kenetic Capital, sebagaimana dilansir CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Libur Tahun Baru Imlek 2023, Apa Kabar Harga Bitcoin Cs?
