Yield US Treasury Kembali Turun, Harga Mayoritas SBN Menguat
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (15/7/2021), cenderung mengikuti penurunan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pagi hari waktu AS.
Mayoritas investor kembali ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan penurunan imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN acuan. Hanya SBN berjangka panjang dengan tenor 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor pada hari ini.
Yield SBN bertenor 30 tahun dengan kode FR0089 naik sebesar 1,3 basis poin (bp) ke level 6,913% pada hari ini. Sementara itu, yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan yield acuan pemerintah kembali turun 5,6 bp ke level 6,45%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Investor kembali mengabaikan rilis data neraca perdagangan Indonesia periode Juni 2021 yang dirilis pada hari ini, di mana Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia kembali membukukan surplus pada Juni 2021. Ini karena ekspor masih lebih tinggi ketimbang impor.
Pagi tadi, Kepala BPS Margo Yuwono mengumumkan nilai impor Indonesia bulan lalu adalah US$ 17,23 miliar. Melesat 60,12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY). Terhadap Mei 2021 (month-to-month/MtM), impor tumbuh 21,03%.
Sementara itu nilai ekspor Juni 2021 diumumkan sebesar US$ 18,55 miliar. Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 1,32 miliar. Kali terakhir Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan adalah pada April tahun lalu. Artinya, neraca perdagangan terus mengalami surplus selama 14 bulan beruntun.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan impor tumbuh 48,675% yoy dan neraca perdagangan surplus US$ 2,15 miliar. Sementara konsensus versi Reuters memperkirakan impor naik 51,35% dan neraca perdagangan surplus US$ 2,23 miliar.
Tingginya impor Indonesia menjadi indikasi perekonomian dalam negeri masih bergeliat, meski menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Tetapi, pada bulan Juli masih menjadi tanda tanya, sebab Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat mulai diterapkan mulai tanggal 3 hingga 20, bahkan kemungkinan akan diperpanjang.
Sebabnya rekor penambahan kasus penyakit virus corona (Covid-19) pecah lagi, menjadi 54.517 orang kemarin, melewati rekor hari sebelumnya 47.899 orang. Kemungkinan perpanjangan tersebut tersirat dari pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"PPKM Darurat selama 4-6 minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan," tulis bahan paparan Sri Mulyani saat rapat bersama Banggar DPR, Senin (12/7/2021).
Perpanjangan PPKM Mikro Darurat tentunya berisiko memperlambat laju pemulihan ekonomi, sebab pergerakan warga dibatasi. Impor yang menjadi indikasi geliat ekonomi di dalam negeri berisiko menyusut lagi.
Dari rencana perpanjangan PPKM Mikro Darurat dan potensi perekonomian RI kembali menyusut membuat investor cenderung masih memburu SBN pada hari ini. Di lain sisi, pergerakan yield SBN pada hari ini cenderung mengikuti pergerakan yield surat utang pemerintah AS (Treasury) acuan yang terpantau menurun pada pagi hari waktu AS.
Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun turun 2,7 bp ke level 1,329% pada pukul 07:21 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Rabu (14/7/2021) kemarin di level 1,356%.
Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell dalam pidatonya di hadapan Kongres AS pada Rabu (14/7/2021) waktu AS menyatakan belum akan mengubah kebijakan moneternya menjadi ketat, dan memperkirakan inflasi di Negara Adidaya itu akan melandai.
Bos bank sentral AS tersebut menyebutkan bahwa bank sentral bisa menunggu sebelum mulai melonggarkan pembelian obligasinya, meski kenaikan angka inflasi, yang menurut Powell bakal moderat akhir tahun ini.
"Angka inflasi memang lebih tinggi dari yang diharapkan, akan tetapi ini kenaikan ini masih konsisten dengan apa yang sudah dibahas sebelum-sebelumnya. Ini hanyalah badai permintaan yang tinggi dan lemahnya penawaran, hal ini akan terlewati dalam waktu dekat," ujar Powell dalam pertemuan The Fed dengan House Financial Services Comittee.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)