Wuih! Pionir Unicorn IPO, Dapen & MI Tergoda Borong Bukalapak

Monica Wareza, CNBC Indonesia
15 July 2021 18:30
Bukalapak (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Bukalapak (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan unicorn teknologi pertama di Indonesia, PT Bukalapak.com (BUKA) akan mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saat ini perusahaan dalam periode penawaran awal (bookbuilding dalam penentuan harga) yang berlangsung selama 9-19 Juli 2021.

Investor institusi seperti Dana Pensiun dan Manajer Investasi juga tak ketinggalan untuk ikut berpartisipasi untuk terlibat dalam penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) perusahaan e-commerce ini.

Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Mulyadi mengatakan beberapa pengelola dana pensiun menyatakan memang tertarik untuk terlibat dalam pemesanan saham ini.

"Untuk Bukalapak nampaknya ada beberapa yang tertarik," kata Bambang kepada CNBC Indonesia, Kamis (15/7/2021).

Namun demikian, terdapat beberapa pembatasan ketentuan di beberapa dana pensiun lainnya yang tidak memungkinkan perusahaan ini untuk melakukan pemesanan di masar IPO.

"Tapi ada beberapa dana pensiun yang tidak dapat membeli karena pedoman investasinya tidak memungkinkan beli saham IPO," terangnya.

Lebih lanjut, pengelola dan lainnya yakni manajer investasi secara terang-terangan menyatakan bahwa dengan melantainya perusahaan teknologi bursa ini sejalan dengan tren yang terjadi belakangan ini di dalam negeri. Sehingga potensi kenaikan harga saham ini juga cukup terbuka.

"Untuk Bukalapak ada partisipasi. Pertimbangan sebagai perusahaan unicorn teknologi yang pertama melakukan IPO ditambah saat ini sedang hype sektor teknologi atau berkaitan dengan teknologi, dalam jangka pendek menengah diperkirakan harganya bisa mengalami kenaikan," kata Rudiyanto, Direktur PT Panin Asset Management kepada CNBC Indonesia, Rabu (14/7/2021).

Namun demikian, tingginya minat publik ini bukan tidak dibarengi dengan adanya risiko di pasar. Sebab, pertimbangan lainnya investor tertarik untuk membeli saham ini bukan hanya tren namun potensi kinerja yang mampu dicetak oleh perusahaan tersebut ke depannya.

Artinya, meski secara teknikal potensi upside harga saham terbuka lebar, namun faktor fundamental juga tak dikesampingkan oleh investor.

"Namun dalam jangka panjang, tetap sangat tergantung pada kemampuan perusahaan menghasilkan mencetak laba dan mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi," terangnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, lanjutnya, bobot investasi oleh investor institusi tidak akan terlalu dominan dan lebih ke tactical asset allocation.

Artinya, jika sudah terjadi kenaikan harga tinggi, atau sesuai dengan target, dibanding dengan harga wajar perkiraan maka investor akan merealisasikan keuntungannya.

Untuk diketahui, setelah awal pekan depan perusahaan ini melakukan bookbuilding, tanggal efektif dari OJK diharapkan pada 26 Juli dan masa penawaran umum pada 28-30 Juli. Adapun target tercatat di papan perdagangan atau listing di BEI pada 6 Agustus 2021.

Bukalapak menunjuk empat penjamin emisi (underwriter), terdiri dari penjamin emisi efek yakni PT UBS Sekuritas Indonesia dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia dan penjamin pelaksana emisi efek yakni PT Mandiri Sekuritas dan PT Buana Capital Sekuritas.

Berdasarkan data prospektus, tercatat pendapatan neto Bukalapak di 2020 mencapai Rp 1,35 triliun naik dari 2019 sebesar Rp 1,076 triliun. Pada Maret 2021, pendapatan neto mencapai Rp 432,70 miliar dari Maret 2020 sebesar Rp 320,23 miliar.

Namun perusahaan yang disokong Grup Emtek ini masih mencatat rugi tahun berjalan di 2020 sebesar Rp 1,35 triliun dari rugi di 2019 Rp 2,79 triliun.

Di Maret 2021 rugi periode berjalan sebesar Rp 323,80 miliar dari rugi di Maret 2020 yakni Rp 393,49 miliar.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukalapak Dikabarkan Incar US$ 300 Juta Melalui IPO Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular