
Joss! Rupiah Tetap Perkasa Meski Kasus Covid-19 Cetak Rekor

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali melanjutkan kinerja positif melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (13/7/2021) pagi, setelah menguat 0,24% kemarin.
Dolar AS yang masih kalem menanti rilis data inflasi membuat rupiah mampu menguat meski kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) kembali mencetak rekor tertinggi.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.480/US$, dan belum beranjak dari level tersebut hingga beberapa menit setelahnya.
Sama dengan kemarin, rupiah langsung ke zona hijau begitu perdagangan dibuka, tetapi persentasenya besar yakni 0,45%, dan sepanjang perdagangan tidak pernah masuk ke zona merah.
Dengan dibuka menguat tipis hari ini, ada peluang rupiah akan bolak balik antara penguatan dan pelemahan. Apalagi, apalagi pelaku pasar akan mengambil ancang-ancang jelang rilis data inflasi berdasarkan Consumer Price Index (CPI) malam ini.
Data tersebut bisa memberikan gambaran data inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) yang dirilis belakangan, dan yang menjadi acuan bank sentral AS (The Fed), dalam menetapkan kebijakan moneter. Dalam hal ini adalah tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Data terbaru bahkan menunjukkan inflasi inti PCE di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.
Selain data inflasi, testimoni ketua The Fed, Jerome Powell, juga akan menjadi perhatian, sehingga pelaku pasar masih cenderung wait and see.
The Fed sebelumnya berulang kali menegaskan tidak akan terburu-buru melalukan tapering, artinya baru akan dilakukan pada tahun depan. Tetapi banyak analis masih melihat pengetatan moneter tersebut akan dilakukan di tahun ini. Sehingga semakin banyak data yang mendukung perkiraan tersebut akan membuat dolar AS perkasa.
Selain data inflasi, pasar tenaga kerja AS juga menjadi salah satu acuan The Fed.
Pada Jumat (2/7/2021), Departemen Tenaga kerja AS melaporkan sepanjang bulan Juni terjadi penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll/NFP) sebanyak 850.000 orang, lebih banyak dari prediksi Reuters sebanyak 700.000 orang.
Meski jumlah perekrutan lebih banyak dari perkiraan, tetapi tingkat pengangguran justru naik menjadi 5,9% dari sebelumnya 5,8%. Selain itu, pertumbuhan rata-rata upah per jam hanya 0,3%, lebih rendah dari konsensus 0,4%
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Siap-Siap PPKM Mikro Darurat Diperpanjang
