Jepang Umumkan Darurat Covid-19, Bursa Asia Mayoritas Merah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
08 July 2021 08:46
pasar saham asia
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia dibuka beragam cenderung melemah pada perdagangan Kamis (7/7/2021), karena situasi pandemi virus corona (Covid-19) di beberapa wilayah di Asia membebani sentimen investor.

Tercatat indeks Nikkei dibuka melemah tipis 0,04%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,21%, dan Straits Times Singapura terdepresiasi 0,18%.

Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China dibuka menguat 0,1% dan KOSPI Korea Selatan bertambah 0,18%.

Investor kemungkinan akan terus memantau situasi Covid-19 di Asia, setelah pemerintah Jepang akan mengumumkan keadaan darurat Covid-19 di Tokyo hingga 22 Agustus.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup menghijau pada perdagangan Rabu (7/7/2021) waktu setempat, dengan indeks S&P 500 kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. S&P 500 melanjutkan lagi tren positif setelah terhenti sehari sebelumnya.

Melansir data dari Refinitiv, indeks S&P 500 menguat 0,34% ke level 4.358,13 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Kemudian indeks Dow Jones menguat 0,3% ke 34.681,79, dan Nasdaq menguat tipis 0,01% nyaris stagnan di 14.665,06.

S&P 500 sehari sebelumnya menghentikan rentetan penguatan selama 7 hari beruntun, terpanjang sejak Agustus tahun lalu. Dengan penguatan di hari Rabu, artinya S&P 500 menguat dalam 8 dari 9 hari perdagangan.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) yang terus menurun membuat para investor kembali masuk ke pasar saham.

Raksasa teknologi kembali menjadi target investasi, saham Apple menguat 1,8% dan Amazon 0,6%. Dalam satu bulan terakhir keduanya melesat sekitar 15%.

Yield Treasury tenor 10 tahun kini berada di 1,322%, level terendah sejak pertengahan Februari. Yield yang rendah, tetapi dengan inflasi yang tinggi di AS tentunya membuat riil return menjadi negatif, yang membuat obligasi AS menjadi kurang menarik.

Apalagi dalam rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menunjukkan tidak akan terburu-buru melakukan tapering, yield Treasury makin menurun.

"Pergerakan yield obligasi dan saham raksasa teknologi selalu seperti itu (yield turun, saham teknologi naik) dalam beberapa waktu," kata Jim Paulsen, kepala strategi investasi di Leuthold Group, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (7/7/2021).

Mayoritas komite pembuat kebijakan moneter (Federal Open Market Committee/FOMC) sepakat perekonomian harus menunjukkan "kemajuan substansial lebih jauh" sebelum The Fed mulai mengetatkan kebijakan moneter.

Namun, ada beberapa anggota FOMC yang melihat pemulihan ekonomi jauh lebih cepat dari perkiraan, dan inflasi yang sangat tinggi, sehingga The Fed perlu "menarik pedal gas".

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular