Review Semester I

Ini 5 Saham LQ45 yang Cetak Cuan Dahsyat di Semester I-2021

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
01 July 2021 13:40
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks LQ45 seringkali menjadi acuran para manajer investasi dan investor institusi kelas kakap. Ini lantaran indeks ini berisikan 45 emiten dengan kapitalisasi pasar besar dan paling liquid di pasar. Di samping itu, yang juga disoroti para investor dalam indeks ini ialah fundamental perusahaan yang kokoh dan prospek emiten yang cerah ke depannya.

Lantas, bagaimana kinerja indeks LQ45 beserta saham-saham konstituennya selama semester I atau 6 bulan pertama tahun ini?

Sepanjang 6 bulan terakhir, kinerja LQ45 bisa dibilang kurang menggembirakan. Ini karena pertumbuhan indeks ini selama paruh pertama 2021 malah minus 9,63%. Persentase ini tercatat jauh lebih rendah dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih tumbuh tipis 0,11% selama semester I tahun ini.

Mengenai kinerja anggota LQ45, di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia menyusun daftar 10 besar saham penghuni 'elite club' LQ45, terdiri dari 5 besar saham dengan penguatan tertinggi dan 5 besar saham dengan penurunan terbesar dalam 6 bulan terakhir.

Sebagai informasi, harga terakhir yang digunakan adalah harga penutupan pasar Rabu (30/6/2021).

Pertama, kita akan membahas 5 besar saham LQ45 dengan 'cuan' terbesar.

Mengacu pada tabel di atas, saham emiten menara telekomunikasi yang terafiliasi dengan Grup Saratoga milik pengusaha Sandiaga Uno, TBIG, menjadi yang paling membumbung tinggi. Selama 6 bulan, saham TBIG 'terbang' 96,93%, meninggalkan saham emiten peritel telepon seluler (ponsel) ERAA yang melonjak sebesar 56,82%.

Dalam 6 bulan belakangan, saham emiten yang melantai di bursa sejak Oktober 2010 ini memang cenderung menanjak. Saham TBIG sempat 2 kali menyentuh harga tertinggi dalam 6 bulan terakhir, yakni pada 9 dan 23 Juni, ketika ditutup di harga Rp 3.250/saham. Adapun harga terendah saham TBIG selam tahun ini ialah pada 11 Januari 2021, ketika di posisi Rp 1.610/saham.

Sepanjang kuartal I kinerja keuangan TBIG juga positif. TBIG membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 265,90 miliar pada periode 3 bulan pertama tahun ini.

Laba bersih tersebut tercatat mengalami kenaikan sebesar 16,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 228,53 miliar.

Kenaikan laba bersih TBIG tersebut sejalan dengan kenaikan pendapatan perseroan sebesar 12,7% menjadi 1,42 triliun dengan perolehan EBITDA sebesar Rp 1,23 triliun. Jika triwulan pertama ini disetahunkan, maka total pendapatan dan EBITDA Perseroan mencapai Rp5,68 triliun dan Rp 4,95 triliun.

CEO TBIG, Hardi Wijaya Liong mengungkapkan, perseroan mencatatkan pertumbuan organik melalui penambahan 811 penyewaan kotor yang terdiri dari 252 sites telekomunikasi dan 559 kolokasi. Pertumbuhan pesanan kolokasi yang berkelanjutan tersebut menghasilkan rasio kolokasi tertinggi hingga saat ini sebesar 1,98 kali.

"Bisnis kami terus berlanjut untuk menunjukkan ketahanannya dengan pertumbuhan organik yang kuat di saat kami melalui pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung," ungkap Hardi, dalam keterangan resmi, Selasa (8/6).

TBIG tercatat memiliki 32.612 penyewaan dan 16.501 sites telekomunikasi per 31 Maret 2021. Sites telekomunikasi milik Perseroan terdiri dari 16.390 menara telekomunikasi dan 111 jaringan DAS. Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 32.501, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) Perseroan menjadi 1,98 kali (x).

Berbeda nasib dengan saham TBIG, ERAA di atas, saham emiten konstruksi pelat merah PTPP malah 'terjun bebas' selama semester I tahun ini. Saham perusahaan yang sudah berdiri sejak 1953 ini anjlok dalam 50,94% selama 6 bulan ini.

Di bawah saham PTPP, ada saham emiten BUMN karya lainnya, WIKA, yang ambles 50,13% sepanjang paruh pertama tahun ini.

Memang, saham PTPP cenderung bergerak 'menuruni bukit' sepanjang kuartal I 2021. Setelah mencapai level tertinggi selama tahun ini di Rp 2.230/saham pada 15 Januari 2021, saham ini mencapai titik terendah pada Senin (28/6), yakni di posisi Rp 880/saham.

Kinerja fundamental perusahaan tampaknya lebih menggembirakan ketimbang kinerja sahamnya. Menurut laporan keuangan perusahana, sepanjang 3 bulan pertama 2021, PTPP mencatatkan kenaikan laba bersih 76,40% menjadi Rp 38,27 miliar dari Rp 21,69 pada kuartal I 2020. Namun, pendapatan usaha malah turun sebesar 16,74% dari Rp 3,41 triliun per akhir Maret 2020 menjadi Rp 2,84 triliun pada triwulan I 2021.

Kabar terbaru, PTPP akan menerbitkan obligasi berkelanjutan III senilai maksimal Rp 3 triliun, dengan penawaran tahap I tahun 2021 sebesar Rp 1,5 triliun.

Penawaran tahap I tersebut terbagi menjadi Obligasi Seri A sebesar Rp 850 juta dengan kupon sebesar 8,5% untuk jangka waktu tiga tahun. Sedangkan Obligasi Seri B ditawarkan sebesar Rp 650 juta dengan kupon sebesar 9,1% untuk jangka waktu lima tahun.

Selain obligasi jenis konvensional, perusahaan juga menerbitkan surat utang syariah Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I PTPP senilai maksimum Rp 1 triliun, dengan penawaran tahap I tahun 2021 sejumlah Rp 500 miliar yang terbagi menjadi dua seri, Seri A sebesar Rp 400 miliar dan Seri B sebesar 100 miliar.

Adapun penggunaan dana yang berhasil dikumpulkan dari Obligasi sebagian akan digunakan akan digunakan untuk melakukan pelunasan pokok Obligasi Berkelanjutan II PTPP Tahap I Tahun 2018 Seri A sebesar Rp 1,04 triliun yang akan jatuh tempo pada 6 Juli 2021.

Sisanya akan digunakan sebagai modal kerja Perseroan, terutama untuk pembayaran upah pekerja, supplier material dan vendor subkontraktor.

Untuk dana yang berhasil dihimpun melalui penerbitan Sukuk Mudharabah, seluruhnya akan dipergunakan untuk modal kerja Perseroan.

Kabar teranyar lainnya, PTPP juga berhasil meraih kontrak baru senilai total Rp 6,7 triliun hinggaakhir Mei 2021, termasuk di antaranya berasal beberapa proyek yang digagas oleh pemerintah dan perusahaan BUMN.

Direktur Utama PTPP Novel Arsyad mengatakan pencapaian ini diraih melalui transformasi bisnis yang dilakukan, dengan menghadirkan strategi dan inovasi khusus, termasuk dengan fokus terlibat dalam beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN) yang digagas oleh Pemerintah dan BUMN.

Proyek itu mulai dari jalan tol hingga rumah sakit. Hal ini juga merupakan wujud komitmen perusahaan dalam mendukung penguatan sektor industri di Indonesia untuk meningkatkan perekonomian nasional.

Asal tahu saja, indeks LQ45 adalah indeks pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdiri dari 45 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu di antaranya termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir, nilai transaksi tertinggi di pasar reguler dalam 12 bulan terakhir.

Selain itu, emiten tersebut telah tercatat di BEI selama minimal 3 bulan, memiliki kondisi keuangan, prospek pertumbuhan, dan nilai transaksi yang tinggi, serta mengalami penambahan bobot free float (saham publik) menjadi 100% yang sebelumnya hanya 60% dalam porsi penilaian. Indeks LQ45 dihitung setiap 6 bulan oleh Divisi Riset BEI.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini 10 Saham LQ45 yang Beri Cuan Luber, Bikin Tajir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular