Investor Tak Kompak, Yield SBN Ditutup Bervariasi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
24 June 2021 18:42
Orang-orang berjalan melewati layar
Foto: Orang-orang berjalan melewati layar "debt clock", dipasang oleh analis Bruno Leoni Institute, menampilkan utang publik Italia di stasiun pusat Termini di Roma, Italia 15 Februari 2018. REUTERS / Alessandro Bianchi / File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam pada perdagangan Kamis (24/6/2021), di tengah kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) setelah dua pejabat bank sentral AS memperingatkan bahwa inflasi tinggi mungkin bertahan lebih lama dari yang diantisipasi.

Sikap investor cenderung beragam, di mana pada SBN berjangka pendek hingga menengah diburu oleh investor, ditandai dengan penurunan imbal hasilnya (yield) dan harganya mengalami penguatan. SBN berjangka panjang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield dan harganya mengalami pelemahan.

Dari SBN berjangka pendek hingga menengah, yield yang mengalami penurunan terbesar terjadi di SBN bertenor 5 tahun berkode FR0081 yang yiel­d-nya turun 3,1 basis poin (bp) ke level 5,149%.

Sementara untuk SBN berjangka panjang yang yield-nya mengalami kenaikan terbesar terjadi di SBN berjatuh tempo 25 tahun dengan seri FR0067, di mana yield SBN tersebut naik 1,1 bp ke posisi 7,299%. Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan obligasi acuan negara kembali turun sebesar 1,9 bp ke level 6,61%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Investor kembali melepas kepemilikannya di SBN berjangka panjang karena investor masih menilai bahwa ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih akan terjadi. Dari AS, investor obligasi pemerintah AS (Treasury) kembali melepas kepemilikannya pada hari ini, ditandai dengan kenaikan yield Treasury acuan.

Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun naik sebesar sebesar 0,8 bp ke 1,495% pada pukul 06:49 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Rabu (23/6/2021) di level 1,487%.

Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic dan Gubernur The Fed, Michelle Bowman keduanya mengatakan pada Rabu (23/6/2021) kemarin bahwa sementara mereka percaya tekanan inflasi akan bersifat sementara. Namun mereka juga berpikir bahwa harga bisa tetap lebih tinggi, lebih lama dari yang diharapkan.

Ini terjadi setelah Ketua The Fed, Jerome Powell berhasil meredam kekhawatiran pasar terkait inflasi AS. Dalam pidato di hadapan Kongres pada Selasa (22/6/2021) lalu, ia mengatakan bahwa sangat tidak mungkin AS akan mengalami tekanan harga seperti pada tahun 1970-an.

Investor pun kini mengalihkan pandangan ke data klaim tunjangan pengangguran AS untuk melihat sejauh mana pemulihan ekonomi berjalan. The Fed juga akan merilis uji tekanan (stress test) pada malam nanti, yang hasilnya akan menunjukkan sejauh mana perbankan bertahan di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular