Yield SBN Tenor Panjang Naik Lagi Sambut Pernyataan The Fed

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
23 June 2021 18:43
FILE - In this Nov. 25, 2019, file photo Federal Reserve Board Chair Jerome Powell, center, steps off a bus and greets people during tour of East Hartford, Conn. On Wednesday, Dec. 11, the Federal Reserve issues a statement and economic projections, followed by a news conference with Powell. (AP Photo/Steven Senne, File)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Steven Senne, File)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Rabu (23/6/2021), karena kekhawatiran pasar semakin mereda setelah pidato dari ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) yang tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga acuannya.

Mayoritas investor kembali melepas kepemilikannya di hampir seluruh SBN pada hari ini, kecuali di SBN dengan jangka menengah, yakni SBN bertenor 3 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun yang masih diburu oleh investor pada hari ini.

Dari imbal hasilnya (yield), SBN bertenor 3 tahun dengan kode FR0039 mengalami penurunan yield sebesar 5,2 basis poin (bp) ke level 4,557. Sedangkan SBN berjatuh tempo 5 tahun dengan seri FR0081 juga turun sebesar 1 bp ke level 5.18%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan obligasi acuan negara turun sebesar 1 bp ke 6,629%. Adapun untuk sisanya mengalami kenaikan yield pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan bp setara 1/100 dari 1%.

Dari AS, investor obligasi pemerintah AS (Treasury) kembali melepas kepemilikannya hari ini, ditandai dengan kenaikan tipis yield Treasury acuan. Dilansir dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun naik sebesar 0,8 bp ke 1,48% pada pukul 04:15 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Selasa (22/6/2021) di 1,472%.

Berbicara di depan DPR AS pada Selasa kemarin, Powell terus mengaitkan sebagian besar lonjakan inflasi baru-baru ini dengan faktor-faktor yang terkait erat dengan pembukaan kembali ekonomi. Dia mengatakan bahwa sangat tidak mungkin AS akan melihat pengulangan inflasi seperti yang terjadi pada tahun 1970-an.

Lanjutnya, saat ini AS masih belum sepenuhnya pulih seperti saat sebelum pandemi. Masih ada risiko yang menghantui Negeri Sam. "Laju vaksinasi melambat dan varian baru virus corona tetap menjadi risiko. The Fed akan melakukan segalanya yang kami bisa untuk mendukung perekonomian sampai benar-benar pulih," tuturnya.

Oleh karena itu, Powell mengungkapkan bahwa The Fed tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga acuan. Percepatan laju inflasi saja tidak cukup untuk memaksa The Fed menaikkan Federal Funds Rate, apalagi inflasi dipandang hanya bersifat sementara.

"Kami tidak akan menaikkan suku bunga hanya karena kekhawatiran kemungkinan percepatan laju inflasi. Kami akan menunggu lebih banyak bukti mengenai inflasi. Percepatan laju inflasi saat ini belum mencerminkan ekonomi secara keseluruhan, tetapi adalah efek langsung dari reopening," jelas Powell.

Kembali ke pasar obligasi pemerintah RI, terlihat bahwa SBN jangka panjang kembali dilepas oleh investor pada hari ini, ditandai dengan kenaikan yield-nya. Hal ini mengindikasikan bahwa kekhawatiran investor akan prospek ekonomi jangka pendek mereda.

Dus, obligasi jangka pendek (yang tingkat imbal hasilnya rendah) lebih diburu karena risikonya menurun, ketimbang obligasi jangka panjang (yang menawarkan imbal hasil tinggi tapi dengan risiko jangka panjang yang meningkat). Investor juga lebih cenderung berani berinvestasi di pasar saham, ketimbang menyimpannya di obligasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular