
Dolar AS Lagi Berjaya, Harga Minyak Ambles tapi Masih US$ 70

Jakarta, CNBC Indonesia - Penguatan dolar AS akibat stance kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang lebih hawkish ke depan membuat harga minyak mentah tertekan 1% pada perdagangan hari ini Jumat (18/6/2021). Namun harga si emas hitam masih di atas US$ 70/barel.
Harga kontrak Brent turun 1,04% ke US$ 72,32/barel. Sementara untuk kontrak West Texas Intermediate (WTI) mengalami koreksi sebesar 0,96% ke US$ 70,36/barel.
Indeks dolar telah meroket dalam dua hari perdagangan terakhir sejak Federal Reserve AS memproyeksikan kemungkinan kenaikan suku bunga pada tahun 2023, lebih awal dari perkiraan pengamat pasar sebelumnya.
Dolar AS yang meningkat membuat minyak lebih mahal dalam mata uang lain sehingga berdampak terhadap permintaan.
"Prospek kenaikan suku bunga juga membebani prospek pertumbuhan jangka panjang, yang pada akhirnya akan menurunkan permintaan minyak, berbeda dengan prospek pertumbuhan permintaan jangka pendek karena pembatasan terkait Covid-19 pada aktivitas bisnis serta transportasi" kata ekonom senior Westpac Justin Smirk.
"Dalam jangka pendek semuanya sangat positif. Pertanyaannya adalah seberapa jauh kenaikannya, seberapa besar cakupannya jika Anda melihat lingkungan di mana suku bunga akan naik," kata Smirk kepada Reuters.
Harga minyak juga turun setelah Inggris pada hari Kamis melaporkan kenaikan harian terbesar dalam kasus baru Covid-19 sejak 19 Februari. Ada tambahan 11.007 kasus infeksi baru dibandingkan 9.055 sehari sebelumnya.
Menambah sentimen negatif adalah pernyataan dari negosiator utama Iran pada hari Kamis yang mengatakan pembicaraan antara Teheran dan Washington tentang kesepakatan nuklir Iran 2015 telah mendekati kata 'deal'.
"Negosiasi baru telah memicu kekhawatiran bahwa ini akan menyebabkan AS mencabut sanksi, yang mengakibatkan banjir minyak menghantam pasar," kata analis ANZ Research dalam catatan klien. "Meskipun demikian, fundamental menunjukkan pasar tetap ketat." tambahnya.
Kepala Eksekutif Vitol Russell Hardy mengatakan minyak kemungkinan akan diperdagangkan dalam kisaran antara US$ 70 dan US$ 80 per barel untuk sisa tahun ini dengan harapan bahwa Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) akan mempertahankan pembatasan produksi.
Bahkan kembalinya ekspor Iran jika Amerika Serikat bergabung kembali dengan perjanjian nuklir dan mencabut sanksi terhadap Teheran tidak mungkin mengubah gambaran bullish, katanya.
Menurut IEA, OPEC+ punya ruang untuk meningkatkan pasokan sebesar 1,4 juta barel per hari (bph) pada 2022 dari target Juli 2021 - Maret 2022.
Kelompok OPEC+ telah menahan produksi untuk mendukung harga setelah pandemi menurunkan permintaan pada 2020. "OPEC+ perlu membuka keran untuk menjaga pasar minyak dunia dipasok secara memadai," kata IEA, sebagaimana diberitakan Reuters.
Goldman Sachs memperkirakan Brent akan naik menjadi US$ 80/barel musim panas ini karena perkembangan vaksinasi yang pesat meningkatkan aktivitas ekonomi di seluruh dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Next Article Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi