
Kabar Gembira! 2 Survei Ini Tunjukkan Rupiah Bakal Menguat

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Rupiah menguat tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.2pada perdagangan Selasa (8/6/2021). Sepanjang bulan ini, Mata Uang Garuda sudah menguat 0,18%, melanjutkan kinerja positif dua bulan sebelumnya.
Di bulan Mei, rupiah menguat 1,14% dan bulan sebelumnya 0,55%.
Kabar baiknya dua survei terbaru yang dilakukan Reuters menunjukkan potensi penguatan rupiah ke depannya. Yang pertama, survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters menunjukkan para pelaku pasar kini menambah posisi beli (long) rupiah, yang berada di level tertinggi sejak Februari lalu.
Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.
Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.
Survei terbaru yang dirilis Kamis (3/6/2021) menunjukkan angka untuk rupiah di -0,40, lebih besar ketimbang 2 pekan lalu -0,06. Pelaku pasar kini mengambil posisi long dalam 2 survei beruntun, setelah sebelumnya berada di posisi short dalam 6 survei beruntun.
Posisi long yang semakin meningkat artinya pelaku pasar semakin optimistis rupiah akan menguat ke depannya.
Sementara survei lain yang dilakukan Reuters pada periode 28 Mei hingga 3 Juni terhadap 45 analis, hasilnya mayoritas memprediksi mata uang emerging market yang terkait komoditas akan kembali menguat.
Sebanyak 33% analis dari memprediksi mata uang emerging market tersebut akan menguat 6 bulan ke depan, dan 31% mengatakan masih akan menguat hingga 12 bulan ke depan. Kemudian, sebanyak 28% memprediksi penguatan 3 bulan saja.
![]() |
Kemudian sebanyak 4% analis melihat penguatan lebih dari 12 bulan, dan 4% mengatakan penguatan masih akan berlangsung kurang dari 1 bulan saja.
Analis dari Bank of America Merril Lynch, David Hauner memproyeksikan penguatan mata uang emerging market masih akan berlanjut hingga musim panas bulan Juni hingga Agustus. Artinya ia memprediksi penguatan hingga 3 bulan ke depan.
Sementara itu analis dari Goldman Sachs mengatakan kondisi saat ini membuat mata uang emerging market yang terkait komoditas berpeluang menguat dalam jangka menengah.
"Metrik valuasi makro masih mendukung mata uang emerging maket dalam jangka pendek, perbedaan suku bunga membuat strategi carry trade kembali muncul dan kesuksesan vaksinasi akan menjadi kunci bagi kebangkitan perekonomian di semua negara emerging market, begitu juga dengan mata uangnya," kata analis Goldman Sachs, sebagaimana dilansir Reuters.
Rupiah menjadi salah satu mata uang emerging market yang terkait komoditas. Ada minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan batu bara yang menjadi komoditas ekspor andalan. Harga keduanya sedang terus menanjak, CPO pada bulan lalu menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di atas 4.700 ringgit per ton, sementara batu bara berada di level tertinggi sejak tahun 2011.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolar AS Galau, Tapi Waspada Tapering