Wamen BUMN: Target Restrukturisasi Utang Garuda Jadi Rp 21 T

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
04 June 2021 09:31
Garuda Indonesia Luncurkan Livery Pesawat
Foto: Garuda Indonesia Luncurkan Livery Pesawat "bermasker" (Dok. Garuda Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo menjelaskan pihaknya sudah menunjuk konsultan hukum dan keuangan untuk memulai proses restrukturisasi seluruh utang maskapai BUMN PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yang saat ini nilainya sudah bengkak dari Rp 20 triliun menjadi Rp 70 triliun.

Kementerian BUMN bahkan menargetkan restrukturisasi utang Garuda, jika ingin maskapai BUMN ini terus beroperasi, maka setidaknya rasio utang dipangkas di bawah 6 kali dari EBITDA (earnings before interest, tax, depreciation, amortization atau laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi).

"Kementerian BUMN sudah menunjuk konsultan hukum dan keuangan untuk memulai proses restrukturisasi Garuda. Selain itu memang segera dilakukan moratorium utang atau standstill agreement [menghentikan sementara pembayaran bunga] dalam waktu dekat ini," kata Kartiko dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, Kamis kemarin (3/6/2021).

"Karena tanpa moratorium, cash Garuda akan habis dalam waktu pendek sekali, ini yang akan kami tangani segera," kata Tiko, panggilan akrabnya.

Sebab itu, kata Tiko, untuk melakukan restrukturisasi yang sifatnya fundamental, utang Garuda yang mencapai US$ 4,5 miliar atau setara Rp 64 triliun (kurs Rp 14.300/US$) itu harus diturunkan di kisaran US$ 1-1,5 miliar atau kisaran Rp 14,3-21,45 triliun.

"Secara sederhana EBITDA Garuda sekitar US$ 200-250 juta, secara kondisi keuangan yang normal, itu [utang] maksimum rasionya 6 kali [dari EBITDA], jadi US$ 250 dikali 6, maka sekitar US$ 1,5 miliar, kalau di atas itu [utang] maka Garuda gak akan bisa going concern karena tak akan bisa membayar utuang-utangnya," jelas mantan Managing Director PT Mandiri Sekuritas ini.

Sebab itu, Kementerian BUMN secara intensif berbicara dengan manajemen, termasuk kepada pemegang saham minoritas, juga Kementerian Keuangan soal bagaimana proses restrukturisasi Garuda ke depan harus mampu mengurangi utang-utangnya.

"Ini yang sedang kami prose pola dan dan legal prosesnya, karena ini melibatkan lessor [perusahaan penyewa pesawat], juga ada peminjam dalam bentuk global sukuk bond yang dimiliki oleh para pemegang sukuk dari middle east [Timur Tengah], sehingga mau ga mau kalau kita negosiasi internasional harus melalui legal internasional, karena tak bisa hanya Indonesia, karena justru mayoritas utang Garuda itu kepada lessor, dan pemegang sukuk internasional.

"Apabila Garuda bisa melakukan restrukturisasi secara massal dengan seluruh lender, lessor [penyewa pesawat], dan pemegang sukuk global, dan juga melakukan cost reduction [pengurangan biaya], harapannya cost bisa menurun 50% atau lebih, maka Garuda bisa survive pascarestrukturisasi."

"Namun restrukturisasi ini butuh negosiasi dan proses hukum yang berat karena melibatkan banyak pihak, dan tentunya harapannya cost menurun, oleh karena itu mau tak mau cost structure dipotong lebih rendah."

"Sebagai informasi, dalam sebulan cost Garuda US$ 150 juta, sementara revenue US$ 50 juta, jadi setiap bulan rugi US$ 100 juta, jadi memang sudah tidak mungkin dilanjutkan dalam kondisi sekarang ini," kata Tiko.

Dia mengatakan, diharapkan dalam 270 hari setelah dilakukan moratorium utang maka bisa dilakukan restrukturisasi.

Namun dia mengingatkan proses ini punya risiko.

"Memang ada risiko, apabila dalam restrukturisasi para kreditor tidak menyetujui, atau banyak tuntutan legal, itu bisa terjadi, dan jika tidak mencapai kuorum maka bisa jadi menuju kebangkrutan, nah ini yang kita hindari semaksimal mungkin dalam proses legal, harapannya ada kesepakatan restrukturisasi Garuda."


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Efisien, Bisnis Garuda Indonesia Berdarah-darah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular