Penguatan PMI dan Inflasi Tekan Harga Mayoritas SBN

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
02 June 2021 18:50
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) melemah pada perdagangan Rabu (2/6/2021), karena investor di pasar obligasi pemerintah cenderung merespons negatif dari rilis data aktivitas manufaktur dan inflasi Indonesia pada Mei 2021.

Secara mayoritas, SBN cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di sebagian besar obligasi pemerintah. Hanya di SBN bertenor 1 tahun, 3 tahun, dan 20 tahun yang ramai dikoleksi oleh investor dan mengalami penurunan yield.

Yield SBN bertenor 1 tahun dengan kode FR0061 turun sebesar 5 basis poin (bp) ke level 3,521%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 3 tahun dengan seri FR0039 turun 1,2 bp ke 4,869%, dan yield SBN bertenor 20 tahun berkode FR0083 juga turun 1,4 bp ke 7,123%.

Sementara itu, yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara naik sebesar 0,4 bp ke posisi 6,449%, dari sebelumnya di level 6,449% pada perdagangan Senin (31/5/2021) lalu.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Data aktivitas manufaktur dan inflasi Indonesia yang tumbuh pada periode Mei tahun ini membuat sebagian besar investor melepas kepemilikannya di SBN.

IHS Markit merilis indeks aktivitas sektor manufaktur per Mei yang menguat, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) Indonesia periode tersebut di level 55,3 atau melesat dibandingkan April yang di level 54,6.

Angka PMI di atas 50 mengindikasikan ekspansi, dan di bawah itu menunjukkan kontraksi. PMI manufaktur bulan Mei tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Republik ini, menggeser angka pada April yang juga sempat menjadi yang tertinggi sepanjang masa.

Terus meningkatnya ekspansi sektor manufaktur tentunya menjadi kabar bagus bagi Indonesia, dan memperkuat optimisme akan lepas dari resesi di kuartal II-2021. Sektor manufaktur berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Selanjutnya Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Mei 2021. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi pasar. BPS melaporkan terjadi inflasi 0,32% pada Mei 2021 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan Mei 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi tercatat 1,68%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan laju inflasi bulan kelima tahun ini di 0,305% mtm. Sementara laju inflasi dibandingkan Mei 2020 diperkirakan sebesar 1,67%. Inflasi inti dilaporkan tumbuh 1,37% YoY, sama persis dengan konsensus. Kenaikan inflasi tersebut bisa menjadi indikasi daya beli masyarakat yang membaik.

Ketika inflasi sudah mulai meninggi, maka hal itu membuat aset pendapatan tetap seperti obligasi negara menjadi kurang menarik karena keuntungan riil (real return) dari imbal hasilnya pun terhitung lebih rendah.

Selain itu, ketika suatu data ekonomi mulai menunjukkan pertumbuhan yang baik, maka investor juga mulai melepas kepemilikannya di SBN.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jelang Rilis Data Inflasi AS, Yield SBN Lanjut Melandai

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular