Batal Menguat Gegara William Dudley, Rupiah Runner Up Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 June 2021 15:49
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menunjukkan kinerja impresif melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Rabu (2/6/2021). Tetapi di akhir perdagangan justru berakhir stagnan, padahal data ekonomi dari dalam negeri terlihat mendukung penguatan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,32% ke Rp 14.230/US$. Level tersebut menjadi yang terkuat pada hari in, rupiah kemudian perlahan memangkas penguatan hingga berbalik melemah 0,07% ke Rp 14.285/US$.

Rupiah berhasil bangkit beberapa menit sebelum penutupan perdagangan, dan berakhir di Rp 14.275/US$, sama persis dengan posisi terakhir Senin lalu.

Meski stagnan, rupiah hari ini menjadi runner up di Asia. Hingga pukul 15:13 WIB, rupiah hanya kalah dari baht Thailand yang menguat 0,1%. Mata uang utama Asia lainnya mengalami pelemahan.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Nyaris semua mata uang Asia melemah pada perdagangan hari ini menunjukkan dolar AS mulai bangkit dari tekanan. Penguatan dolar AS terjadi setelah mantan presiden bank sentral AS (The Fed) wilayah New York, William Dudley, mengatakan inflasi AS yang tinggi saat ini memang hanya sementara, tetapi dalam beberapa tahun ke depan bisa tetap tinggi.

"Saya pikir inflasi tinggi saat ini akan melandai memasuki tahun depan, tetapi untuk jangka panjang, kita akan melihat inflasi ... di atas 2%? Saya pikir The Fed akan berhasil melakukannya," kata Dudley dalam "Squawk Box Asia" CNBC International hari ini.

Inflasi yang tinggi artinya The Fed akan mulai menaikkan suku bunga. Dolar AS yang selama ini tertekan mendapat angin segar dan menguat pada hari ini, meski sebenarnya pelaku pasar masih banyak yang memprediksi dolar AS akan terus melemah.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> PMI Manufaktur Indonesia Cetak Rekor, Inflasi Naik

Rilis data manufaktur Indonesia yang menunjukkan rekor ekspansi membuat rupiah melesat di pembukaan perdagangan.

Sebelum perdagangan hari ini dibuka, IHS Markit merilis data aktivitas sektor manufaktur bulan Mei yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI). Data menunjukkan PMI manufaktur Indonesia bulan Mei sebesar 55,3, melesat dibandingkan bulan sebelumnya 54,6.

PMI manufuaktur di bulan April tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang masa, artinya di bulan Mei rekor tersebut pecah lagi.

"Dua komponen utama penyumbang kenaikan PMI adalah produksi (output) dan pemesanan baru (new orders). Perusahaan membukukan peningkatan permintaan yang signifikan, didukung oleh permintaan eksternal yang tumbuh dua bulan beruntun. Untuk memenuhi permintaan, dunia usaha meningkatkan pembelian bahan baku/penolong," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Ada kabar baik lain yaitu lapangan kerja mulai semakin tercipta. Dunia usaha akhirnya melakukan ekspansi tenaga kerja untuk kali pertama dalam 15 bulan terakhir untuk memenuhi peningkatan produksi.

Secara umum, dunia usaha tetap optimistis terhadap prospek perekonomian ke depan. Hampir tiga perempat responden memperkirakan produksi akan tetap meningkat dalam 12 bulan ke depan seiring perbaikan ekonomi dan penanganan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang memadai.

"Sektor manufaktur Indonesia kembali tumbuh dan mencatatkan rekor baru. Perusahaan memberi sinyal peningkatan permintaan dan produksi sehingga mulai menambah tenaga kerja. Ini adalah perkembangan yang menggembirakan.

"Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk mempertahankan pandemi tetap terkendali, terutama melihat apa yang terjadi di beberapa negara Asia. Dengan begitu, pemulihan ekonomi tidak akan terganggu," papar Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Terus meningkatnya ekspansi sektor manufaktur tentunya menjadi kabar bagus bagi Indonesia, dan memperkuat optimisme akan lepas dari resesi di kuartal II-2021. Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Mei 2021. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi pasar.

BPS melaporkan terjadi inflasi 0,32% pada Mei 2021 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan Mei 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi tercatat 1,68%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan laju inflasi bulan kelima tahun ini di 0,305% mtm. Sementara laju inflasi dibandingkan Mei 2020 diperkirakan sebesar 1,67%.

Inflasi inti dilaporkan tumbuh 1,37% YoY, sama persis dengan konsensus. Kenaikan inflasi tersebut bisa menjadi indikasi daya beli masyarakat yang membaik.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular