
Aksi Buang Dolar AS "Menggila", Mata Uang Asia Malah Rontok

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) sedang tidak menari bagi para pelaku pasar, hal tersebut terindikasi dari meningkatnya posisi jual (short) secara signifikan. Meski demikian, dolar AS nyatanya masih cukup kuat berhadapan dengan mata uang Asia pada perdagangan Selasa (1/6/2021).
Pasar keuangan Indonesia libur Hari Lahir Pancasila, sehingga rupiah tidak ikut berlaga. Hingga pukul 12:55 WIB, hanya yen Jepang dan dolar Singapura yang mampu menguat melawan dolar AS, mata uang lainnya rontok.
Jika dilihat, dolar AS mampu menguat melawan mata uang emerging market di Asia hari ini, hal tersebut menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang kurang bagus. Maklum saja, kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang kembali menanjak memicu kecemasan akan terganggunya pemulihan ekonomi.
Malaysia bahkan kembali menerapkan lockdown nasional secara total untuk semua sektor sosial dan ekonomi mulai hari ini hingga 14 Juni 2021.
Hal tersebut dilakukan setelah pada Jumat (28/5/2021) negara itu memecahkan rekor infeksi harian baru dengan angka 8.290 kasus infeksi. Angka tersebut angka yang tertinggi dalam sejarah pandemi Covid-19 di Malaysia.
Kenaikan kasus Covid-19 di Malaysia bahkan lebih ngeri ketimbang India jika melihat salah satu indikator epidemiologi berupa kenaikan kasus per 1 juta penduduk di Malaysia sudah lebih tinggi dibandingkan dengan India.
Berdasarkan catatan CNBC International, rata-rata kasus infeksi Covid-19 harian di Malaysia per satu juta orang mencapai angka 205, jauh lebih tinggi ketimbang India yang mencapai 150.
Di sisi lain, dolar AS juga mengalami tekanan, indeks yang mengukur kekuatannya (DXY) merosot 0,2% siang ini ke 89,848.
Indeks dolar AS tersebut dibentuk dari 6 mata uang utama, yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Merosotnya DXY, berarti dolar AS sedang tertekan melawan 6 mata uang tersebut.
Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang dirilis Jumat lalu menunjukkan posisi jual (short) dolar AS berada di level tertinggi sejak akhir Februari.
Nilai net short dolar AS pada pekan yang berakhir 25 Mei dilaporkan sebesar US$ 27,89 miliar, naik tajam dibandingkan posisi net short sepekan sebelumnya US$ 15,07 miliar.
Naiknya posisi net short tersebut menunjukkan semakin banyak pelaku pasar yang "membuang" dolar AS sebab diprediksi nilainya akan akan melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021