
Kalau Pasar Dibuka, Rupiah Bisa Kembali Perkasa Hari Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air libur hari ini, Rabu (26/5/2021), seiring peringatan Hari Raya Waisak. Apabila pasar dibuka, rupiah bisa berpeluang kembali menguat .
Penguatan rupiah kemungkinan akan didorong oleh penguatan mayoritas mata uang Asia terhadap dollar Amerika (AS) hari ini dan tren pelemahan mata uang negeri Paman Sam akhir-akhir ini.Â
Berdasarkan data pasar pukul 13:47 WIB, hanya yen Jepang saja yang kalah kuat dengan sang greenback (dolar AS) pada hari ini. Sedangkan won Korea Selatan menjadi leader mata uang Asia melawan greenback pada siang hari ini
Dolar AS kembali melemah mendekati level terlemahnya sejak awal Januari lalu, karena imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) masih mengalami penurunan, di tengah desakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bahwa stimulus akan berlanjut meskipun tekanan inflasi saat ini.
Sementara itu, indeks dolar, indeks yang mengukur pergerakan greenback terpaksa mendekam di 89,665 pada perdagangan awal sesi hari ini di Asia, setelah terdorong ke level 89,533 pada Selasa (25/5/2021) kemarin.
Sementara itu, pedagang akan mengamati yuan China, setelah naik ke level tertingginya hampir tiga tahun di 6,3925 per dolar pada Selasa kemarin di pasar luar negeri, sebelum terakhir berubah ke level 6,4012.
Sejumlah pejabat The Fed pada semalam waktu AS menggemakan pernyataan dari Ketua The Fed, Jerome Powell bahwa lonjakan inflasi akan terjadi sementara dan kebijakan ultra longgar masih akan terus diperlukan.
"Saya belum melihat apa pun yang dapat membujuk saya untuk mengubah pandangan saya terhadap sikap akomodatif kami," kata Presiden The Fed cabang Chicago, Charles Evans dalam pidatonya pada Selasa kemarin.
"Saat ini, kebijakan berada di tempat yang sangat baik," kata Presiden The Fed cabang San Francisco, Mary Daly mengatakan kepada CNBC International pada hari yang sama.
Dolar AS telah menurun selama dua bulan terakhir karena keyakinan bahwa suku bunga AS yang rendah akan mendorong uang tunai ke luar negeri, terutama ke negara emerging market untuk memperoleh keuntungan karena ekonomi di negara lain mungkin mulai pulih lebih cepat.
Sementara itu, yield Treasury benchmark tenor 10 tahun kembali turun dekati angka 1,554% yang dicapai semalam untuk pertama kalinya sejak terjadinya payroll shock pada 7 Mei lalu.
Sementara itu di China, Bank-bank besar milik negara terlihat membeli dolar AS sekitar 6,40 yuan pada sore waktu Asia dalam sebuah langkah yang dipandang sebagai upaya untuk mendinginkan reli yuan.
Kemarin, nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,17% setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate di level 3,5%.
Hal tersebut sudah sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia untuk bulan Mei. Sebanyak10 ekonom dari institusi yang berbeda yang disurvei menunjukkan bahwa BI bakal menahan suku bunga acuan.
Selisih (spread) suku bunga antara AS dan Indonesia yang masih terpaut 350 basis poin serta tingkat inflasi di Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan dengan AS untuk bulan April lalu (1,42% yoy vs 4,2% yoy) seharusnya mendukung penguatan nilai tukar rupiah.
Perbedaan suku bunga yang masih lebih tinggi di Indonesia dengan inflasi yang lebih rendah membuat aset-aset keuangan dalam negeri menjadi lebih menarik. Imbal hasil riil obligasi pemerintah yang menjadi benchmark juga tetap positif.
Hal tersebut mendukung terjadinya aliran modal masuk asing (capital inflow) yang menjadi salah satu motor penggerak rupiah ketika dilihat dari sisi fundamentalnya seperti transaksi berjalan dan pertumbuhan ekonomi-nya rapuh.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sepanjang Q1-2021, Rupiah Diproyeksi Stabil di Rp 13.900/USD