Jepang Masih Resesi, tapi Bursa Asia Dibuka Menguat!

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
18 May 2021 08:44
A man walks past an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, Dec. 11, 2019. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia dibuka menguat pada perdagangan Selasa (18/5/2021), setelah Jepang merilis data pertumbuhan ekonominya pada kuartal pertama tahun 2021.

Tercatat indeks Nikkei Jepang dibuka melesat 0,73%, Hang Seng Hong Kong meroket 1,19%, Straits Times Singapura melonjak 0,81%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,27%.

Sementara indeks Shanghai Composite China dibuka turun tipis 0,04% pada pagi hari ini.

Pada hari ini, data pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal pertama tahun 2021 telah dirilis. Data dari pemerintah setempat melaporkan bahwa ekonomi Negeri Matahari Terbit di kuartal I-2021 kembali menyusut menjadi -5,1% secara tahunan (year-on-year/YoY), dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebesar 11,6%.

Sementara secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ), produk domestik bruto Jepang pada kuartal I-2020 turun menjadi -1,3%, dari sebelumnya pada kuartal IV-2020 sebesar 2,8%.

Angka ini juga sedikit lebih rendah dari konsensus Reuters yang memperkirakan PDB Jepang kuartal I-2021 sebesar -1,2%. Jadi dapat dikatakan bahwa, Negara Matahari Terbit masih mengalami resesi.

Penyebabnya tak lain akibat kasus virus corona (Covid-19) yang kembali muncul di negara itu dan menghentikan pertumbuhan dua perempat berturut-turut.

Sementara itu terkait dengan pandemi Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan pada Senin (17/5/2021) kemarin bahwa pandemi Covid-19 global belum berakhir meskipun tingkat vaksinasi yang tinggi di beberapa negara.

Di beberapa negara Asia, seperti Singapura dan Taiwan baru-baru ini mengalami kenaikan kasus lokal yang mendorong pihak berwenang untuk memperketat pembatasan dalam upaya membendung penyebaran virus.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup di zona merah pada perdagangan Senin (17/5/2021) waktu setempat, karena pelaku pasar masih cemas dengan inflasi AS yang meninggi.

Indeks Dow Jones turun 0,2%, S&P 500 melemah 0,3%, dan Nasdaq yang tergolong heavy tech stock terkoreksi lebih dalam hingga 0,4%.

Di tengah ancaman inflasi yang tinggi, valuasi harga saham di AS yang sudah tergolong mahal juga menjadi risiko besar ketika ingin berinvestasi di jalur tersebut. Hal ini juga diperingatkan oleh managing director bank investasi global yakni Nikolaos Panigirtzoglou.

"Peristiwa minggu lalu tidak hanya merupakan tanda peringatan tentang bagaimana angka inflasi yang tinggi, tetapi juga tanda peringatan tentang bagaimana pasar ekuitas yang overbought telah menjadi," kata Nikolaos.

Kalau dilihat dari tren harga yang terus mencetak rekor, Wall Street memang sudah berada di area jenuh beli (overbought). Banyak yang mengatakan reli pasar saham tak akan terjadi dalam jangka panjang karena banyak aksi spekulasi yang menyebabkan bubble.

Harga yang sudah ketinggian tentu menurunkan minat beli. Lagipula 'pasar' yang terus bergerak menjauhi realita kodisi ekonomi riil semakin mendukung gagasan bahwa pasar sudah bercerai dari ekonomi riil. Sekilas tampak benar dan make sense. Namun sebenarnya tak sesederhana itu.

Well, setidaknya ada dua hal yang bisa ditarik garis lurusnya yaitu valuasi saham-saham AS terutama teknologi yang sudah sebegitu tinggi dibarengi dengan prospek kenaikan inflasi tentu saja menjadi risiko yang harus dikalkulasi dengan cermat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular