
Dibuka Cuma 2 Hari, Rupiah naik 0,6% Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Seperti pasar saham dalam negeri, pasar mata uang Indonesia juga diperdagangkan hanya dua hari pada pekan ini, karena adanya libur panjang memperingati Hari Raya Idul Fitri 1442 H, sehingga perdagangan akhir pekan ini jatuh pada Selasa (11/5/2021).
Pada pekan ini, kinerja rupiah masih cukup apik, dengan mampu melawan dolar Amerika Serikat (AS), yakni menguat 0,6% ke posisi 14.195,00.
Penguatan rupiah terjadi seiring dari ramalan Fitcth Solutions yang memperkirakan ekonomi Tanah Air diperkirakan tumbuh 5,5% pada 2021 setelah tahun sebelumnya terkontraksi (tumbuh negatif) 2,07%.
"Faktor eksternal sepertinya masih akan bagus seiring pemulihan permintaan dunia," sebut laporan Fitch Solutions.
Ya, kinerja ekspor Indonesia memang sedang ciamik. Pada Maret 2021, ekspor tumbuh 30,47% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Ini menjadi catatan terbaik sejak Juli 2017.
Ekspor yang mumpuni menandakan pasokan valas di perekonomian domestik akan melimpah. Ini akan menjadi modal besar buat rupiah untuk terus menguat.
Sementara itu di Asia, hampir seluruh mata uang di kawasan tersebut kalah melawan sang greenback pada pekan ini. Hanya peso Filipina saja yang mampu melawan greenback, yakni menguat 0,04%.
Kuatnya kembali dolar AS, ditandai dengan penguatan tajam indeks dolar AS dipicu oleh rilis data inflasi AS. Melansir data Refinitiv, indeks yang digunakan untuk mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 0,63% ke 90,713.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Rabu (12/5/2021) waktu setempat melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan April melesat atau mengalami inflasi 4,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Rilis tersebut jauh lebih tinggi ketimbang hasil survei Dow Jones sebesar 3,6%.
Sementara dari bulan Maret atau secara month-to-month (mtm) tumbuh 0,8%, juga jauh lebih tinggi dari survei 0,2%.
Sementara inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 3% yoy dan 0,9% mtm, lebih dari dari ekspektasi 2,3% yoy dan 0,3% mtm.
Kenaikan inflasi secara tahunan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 2008, sementara secara bulanan terbesar dalam 40 tahun terakhir.
Alhasil data tersebut kembali memunculkan spekulasi bank sentral AS (The Fed) akan mengetatkan kebijakan moneternya lebih cepat dari perkiraan, dolar AS pun mengamuk.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch CME Group, pelaku pasar kini melihat ada peluang sebesar 13% suku bunga akan dinaikkan menjadi 0,5% di bulan Desember nanti.
Probabilitas tersebut mengalami kenaikan cukup signifikan, sebab dalam beberapa pekan terakhir masih 1 digit persentase saja. Selain itu ada probabilitas setengah persen suku bunga akan dinaikkan menjadi 0,75%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beruntung! Jika Masih Dibuka, Rupiah Mungkin Ditutup Melemah